Melihat Bulukumba dari pinggir: Palampang 'kampung pejuang'

19 Februari 2023, 23:04 WIB
Salah satu pinggiran kelurahan Palampang, Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. /WartaBulukumba.com

WartaBulukumba - Palampang telah datang melintasi sejarah yang panjang. Pernah mengalami era kerajaan di Bulukumba masa silam saat dipimpin oleh para gallarang, masa kolonial Hindia Belanda dan Jepang, perang kemerdekaan, pemberontakan DI/TII hingga era pembangunan. Lantaran itulah ada yang menyebut Palampang sebagai 'kampung pejuang'.

Palampang bukan hanya tempat bagi sebuah proyek pembangunan irigasi yang kontraktornya diputus kontrak baru-baru ini gegara tidak selesai dalam pengerjaan proyek, yaitu Irigasi Kadieng.

Irigasi Kadieng memiliki  hulu yang sangat terkenal sejak dulu dan menjadi tempat berenang para bocah hingga orang dewasa di Palampang. Namanya Ulu Faenre yang oleh anak-anak muda disingkat Ulfa.

Di era Orde Baru, Palampang adalah sebuah desa dan merupakan bagian dari Kecamatan Bulukumpa. Kini Palampang adalah sebuah kelurahan dan menjadi Ibu Kota Kecamatan Rilau Ale, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. 

Baca Juga: Bola JabbaE, rumah tua saksi bisu pembantaian pemuda pejuang di Palampang Bulukumba

Topografi 

Kabupaten Bulukumba berada pada kondisi empat dimensi, yakni dataran tinggi pada kaki Gunung Bawakaraeng-Lompobattang, dataran rendah, pantai dan laut lepas.

Jika dirinci, seperti dikutip dari laman Sulselprov.go.id, daerah dataran rendah dengan ketinggian antara 0 sampai 25 meter di atas permukaan laut membentang di tujuh kecamatan pesisir yaitu Gantarang, Ujungbulu, Ujung Loe, Bontobahari, Bontotiro, Kajang dan Herlang.

Daerah bergelombang dengan ketinggian antara 25 sampai 100 meter dari permukaan laut, meliputi bagian dari Kecamatan Gantarang, Kindang, Bontobahari, Bontotiro, Kajang, Kecamatan Herlang, Bulukumpa dan Rilau Ale.

Baca Juga: Kampung iklim, Bank Sampah hingga wisata pendidikan pertanian alami bergerak dari Desa Salassae Bulukumba

Daerah perbukitan di Kabupaten Bulukumba terbentang mulai dari Barat ke utara dengan ketinggian 100 sampai di atas 500 meter dari permukaan laut meliputi bagian dari Kecamatan Kindang, Kecamatan Bulukumpa dan Kecamatan Rilau Ale.

Dengan demikian, Palampang masuk dalam wilayah Bulukumba yang memiliki karakteristik daerah perbukitan dengan ketinggian antara 100 sampai di atas 500 meter dari permukaan laut.

Situs Wisata

Palampang memiliki dua tempat potensial sebagai situs wisata sejarah dan wisata permandian alam. Namun potensi itu sama sekali  belum dilirik oleh pihak pemerintah.

Tempat bersejarah itu adalah Bola Jabbae yang sangat potensial menjadi sebuah situs wisata sejarah. Yang kedua adalah wisata permandian alam Alika Water Park yang dimiliki seorang pengusaha setempat.

Baca Juga: Kemah pemuda tani Bulukumba di pinggir Sungai Kantang bakal mengalirkan agenda gerakan terbaru

Bola Jabbae

Bola Jabbae, rumah saksi sejarah pembantaian pemuda pejuang yang dilakukan tentara Belanda di Palampang. Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. WartaBulukumba.com/Alfian Nawawi

Bola Jabbae dalam bahasa Bugis berarti “rumah sangkar burung” lantaran bentuknya yang sengaja didesain menyerupai sangkar burung.

Tiang-tiangnya pendek tapi kokoh menopang rumah tua itu yang bilah-bilah papan dan lantainya juga terbuat dari jenis kayu pilihan. Kayu-kayu tersebut didatangkan dari tengah hutan belantara di Desa Anrang.

Bola JabbaE adalah rumah milik Karaeng Haji Colle, suami dari Karaeng Data. Puang Kanna, ayah Puang Mani adalah saudara sepupu Karaeng Data. Karaeng Haji Colle adalah salah seorang tokoh masyarakat setempat pada masa itu. Puang Kanna mengangkut kayu-kayu pilihan dengan menggunakan transportasi berupa beberapa ekor lembu dari hutan di Desa Anrang untuk membangun Bola Jabbae.

Baca Juga: Melihat Bulukumba dari Batu Pallantikang di Desa Salassae

Bola Jabbae dibangun pada sekitar tahun 1930-an, ketika Pemerintah Hindia Belanda atau Vereeniging Oost Indies Compagnie (VOC) masih menjajah Indonesia.

Pada masa perang kemerdekaan tahun 1946-1949, Bola Jabbae dijadikan markas oleh satu kompi pasukan tentara KNIL Belanda di Palampang.

Selama kurun waktu itulah Bola Jababe lantas menjadi saksi bisu sejarah pembantaian lebih dari 150 orang pejuang dan rakyat Indonesia di Palampang yang dilakukan tentara Belanda. Pembantaian para pejuang dilakukan di dalam rumah dan di halaman Bola Jabbae.

Baca Juga: Melihat Bulukumba dari pinggir: Parangpakku di alang-alang sejarah

Wisata Permandian Alam Alika Water Park

Alika Water Park/ Dok. Andi Uunk

Wisata permandian alam Alika Water Park di Kelurahan Palampang berjarak sekitar 300 meter dari jalan Poros Bulukumba-Sinjai. 

Tempat permandian ini cukup ramai dikunjungi terutama saat musim kemarau, saban akhir pekan dan masa liburan.

Fasilitas water boom menjadi daya tarik tersendiri. Juga suasana alam yang sejuk karena dikitari rimbun pepohonan dan sawah. 

Asal Usul Nama Palampang

Dalam sejarahnya, asal nama Palampang ada empat versi.

Versi pertama asal usul Palampang berasal dari kata "Pa'lampang" dalam Bahasa Bugis yang berarti "tempat tujuan bepergian" atau "tanah tujuan terakhir."

Dalam beberapa catatan sejarah, Palampang masa silam memang menjadi salah satu tempat tujuan para pembuka lahan dari kampung lain.

Para pembuka lahan di Palampang berasal dari kawasan Kindang, juga ada yang berasal dari Maiwa, Enrekang Sulawesi Selatan. Para pendatang ini kebanyakan kawin dengan penduduk asli Palampang, yang masih merupakan keturunan Raja Kindang dan Kerajaan Bone.

Versi kedua menyebutkan bahwa Palampang masa silam banyak ditumbuhi sejenis tanaman yang disebut "lempeng". Lama-kelamaan dalam tingkatan dialek tertentu, sebutan "lempeng" menjadi "Palempeng" atau Palampang.

Lingkungan Parangpakku, salah satu bagian dari Kelurahan Palampang/ Foto: Ahmad Bolorang

Versi ketiga juga menjelaskan bahwa Palampang berasal dari kata "lempeng" namun merujuk pada sejenis anyaman dari sejenis daun pandan bernama daun lempeng. Anyaman itu berbentuk kotak yang dibuat khusus sebagai pengganti piring. Pada abad 19, kotak nasi lempeng digunakan oleh sebahagian besar penduduk Palampang saat menyantap makanan.

Versi keempat menyebutkan bahwa Palampang berasal dari kata "galampang" dari bahasa Bugis yang artinya "lumbung padi". Palampang di masa silam memang dikenal sebagai salah satu tempat penghasil padi dan berdiri banyak galampang atau lumbung padi.

Sumber Daya Alam

Palampang sangat kaya oleh berbagai hasil bumi mulai padi, jagung, beragam buah-buahan seperti rambutan dan durian, vanili, cengkeh hingga porang.

Tak heran, sebagian besar masyarakat Palampang bekerja sebagai petani dan peternak. Sebagian lainnya berprofesi sebagai usahawan, karyawan swasta dan pegawai pemerintah.

Tanaman cengkeh dalam sejarah Palampang, pertama kali diperkenalkan oleh seorang pejuang kemerdekaan bernama Andi Siradj.

Andi Siradj memperkenalkan tanaman tersebut kepada para petani di Palampang hingga berhasil dibudidayakan sampai saat ini.

Masa Emas Kreativitas Generasi Muda

Masa emas kreativitas generasi muda di Palampang dalam sejarahnya dimulai pada tahun 1984.

Saat itu, Andi Mallombassi sebagai Ketua Karang Taruna Desa Palampang menginisiasi sejumlah usaha kreatif dan produktif anak muda. salah satu di antaranya pembuatan kerajinan tangan yang diolah dari limbah kayu dan akar pohon.

Pada era 1990-an, berbagai  bentuk kegiatan positif diinisiasi oleh para pengurus Ikatan Remaja Masjid Baburrahman, di antaranya Darwin dan Hamsah.

Mereka saat itu banyak menggarap dan melahirkan beberapa wadah bagi anak muda yang berbakat di bidang seni dan olahraga.

Pada era 2000-an, Palampang semakin ramai oleh banyaknya even yang dihelat anak-anak muda. saat itu dua organisasi kepemudaan, yakni karang taruna dan remaja masjid mengalami 'kevakuman' sehingga praktis geliat kreativitas diambilalih oleh anak-anak muda yang bergiat di radio komunitas dan band.

Pusat kreativitas di Palampang saat itu dipegang oleh sekelompok anak muda yang mendirikan dan mengelola sebuah radio komunitas bernama Creative Broadcasting System (CBS) yang mengudara tahun 2000-2004.

Uniknya, CBS bukan hanya sebagai radio komunitas namun juga berfungsi sebagai even  organizer. Hampir dalam setiap bulan mereka menggelar satu even.

CBS dalam sejarahnya telah menghelat beragam jenis even. Mulai lomba cipta baca puisi, lomba tari tradisional, bazaar musik, lomba ketangkasan bermotor, hingga lomba-lomba khas Agustusan setiap HUT Proklamasi RI.

Anak-anak muda di CBS bahkan pernah dipercayakan sebagai panitia tunggal Malam Kesenian dan Malam Ramah Tamah HUT RI pada tahun 2003 oleh Pemerintah Kecamatan Rilau Ale.

Geliat Ekonomi Kerakyatan

Palampang sejak era 1960-an sudah dikenal sebagai salah satu sentra ekonomi kerakyatan. Sejumlah ruko berdiri di sepanjang jalan poros.

Mulai era 2000-an, UMKM banyak bertumbuh dalam beragam jenis dan produk, baik jasa maupun barang. Kebanyakan UMKM digeliatkan oleh emak-emak dalam bentuk warung-warung kelontong yang menjual barang-baraang kebutuhan hidup sehari-hari.

Bahkan saat ini di Palampang ada sebuah ritel yang dimiliki dan dikelola oleh pribumi.

Pasar di Palampang beroperasi dua hari dalam sepekan yaitu saban hari Senin dan Kamis. Lokasi pasar berjarak sekitar 1 kilometer dari jalan poros.

Untuk tempat nongkrong sambil ngopi, Palampang juga punya lima pilihan. Mulai Warkop Palapa, Kedai Kopi Litera, Teras Kopi, Coffetalist dan Kedai Kopi Garasi.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler