Inilah karya-karya monumental budayawan dan seniman Bulukumba Drs Muhannis

- 8 Mei 2023, 21:03 WIB
Salah satu momen penampilan budayawan Bulukumba Drs Muhannis baca puisi dalam Bahasa Makassar
Salah satu momen penampilan budayawan Bulukumba Drs Muhannis baca puisi dalam Bahasa Makassar /Dok. Arham Anwar

WartaBulukumba - Dedikasi sampai usia menua dan mengembuskan nafas terakhir, Drs Muhannis yang malang melintang puluhan tahun di dunia intelektualisme, sejarah, budaya, seni dan sastra, telah mewariskan sederet karya monumental.

Sang maestro budaya kelahiran Bulukumba itu meninggal dunia pada Senin, 8 Mei 2023 saat jarum jam menunjuk titik 16.25 WITA di RSUD Sinjai.

Sebelum pensiun, tercatat Muhannis mengajar di SMAN 277 yang sekarang bernama SMAN 1 Sinjai. Di sekolah ini, dia memulai penelitian tentang keberadaan kampung purba yang sekarang dikenal sebagai kawasan adat Karampuang di Desa Tompobulu, Kecamatan Bulupoddo, Kabupaten Sinjai.

Baca Juga: Innalillah, budayawan dan sastrawan Bulukumba Drs Muhannis tutup usia

Drs. Muhannis Ara Daeng Lawaq lahir di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari pada 5 Juni 1959. Putra dari pasangan Maggauq Daeng Gau dan Jaenong Daeng Sinnong.
 
Mulai menyukai dan belajar sastra daerah sejak kecil. Ia tertarik dengan keindahan bahasa tetua di kampungnya yang dia kira sama dengan puisi yang diajarkan oleh guru di sekolah, cuma berbeda bahasa.
 
Atas kecintaannya pada naskah kuno, Balai Arsip Nasional Makassar pernah memberikan Piagam Penghargaan pada dedikasinya menyelamatkan naskah-naskah kuno. Untuk penciptaan karya sastra, karyanya selalu ditampilkan pada berbagai even dan pertunjukan.
 
 
Di bidang lomba, menjadi juara lomba cipta puisi daerah se-Sulsel di UNHAS tiga tahun berturut-turut (2005, 2006 dan 2007). Karya-karya seni lainnya pernah dipentaskan di tingkat desa sampai internasional.

Muhannis adalah orang pertama yang memperkenalkan Karampuang ke dunia internasional. Berkat penelitiannya, dia sering diundang untuk menjadi pembicara dalam seminar nasional dan internasional. Selama 30 tahun, Muhannis meneliti tentang Karampuang.

Dedikasinya dalam dunia sastra juga menjadi motivasi bagi kaum muda. Meskipun dia mengaku sudah lelah, dia tetap produktif menulis.

Baca Juga: Mengulik sederet fakta mencengangkan di balik 4 karya seniman Bulukumba dalam pembukaan Porprov Sulsel

Beberapa buku yang telah ditulis oleh Muhannis antara lain adalah novel "Karruq ri Bantilang Pinisi", "Karampuang dan Bunga Rampai Sinjai" dan "Hanua Sinjai".

Kecintaannya terhadap Sinjai takdiekspresikan melalui lagu-lagu yang dia ciptakan saat Bupati H.M. Roem memimpin Kabupaten Sinjai. Mars dan Hymne Sinjai Bersatu adalah dua lagu ciptaannya yang selalu dinyanyikan pada upacara peringatan Hari Jadi Sinjai.

Lagu Bugis "Laha Bete" yang sering diperdengarkan di radio dan dinyanyikan di pesta pernikahan juga merupakan ciptaan Muhannis.

Baca Juga: Puisi ini ditulis Mahrus Andis sebelum pemakaman Fahmi Syariff di Ponre Bulukumba

Geliat berkesenian Muhannis juga sangat dikenal di bidang seni pertunjukan. Beberapa naskah teater pernah ditulisnya, serta ia mampu menggarap tari dan musik pengiringnya.

Hanua Sinjai

Buku "Hanua Sinjai" adalah buku terakhir yang fenomenal karya Muhannis di bidang sejarah.

Sejarah Sinjai di Sulawesi Selatan mengalir bening dalam buku yang dihamparkan Muhannis dengan menguak peristiwa-peristiwa monumental mulai tahun 1511 hingga 2020.

Baca Juga: Innalillah, penulis dan budayawan Bulukumba Muhammad Arief Saenong tutup usia

Buku Hanua Sinjai diterbitkan oleh Penerbit Ininnawa, Makassar, dan dieditori oleh penulis terkenal asal Jeneponto, Khrisna Pabichara. Buku ini telah dilaunching pada April 2022.

Sejarah Sinjai dalam berbagai babakan era disibak secara sistematis dan runut oleh Muhannis namun tetap enak dibaca lantaran mengalir dalam narasi yang mudah dicerna.

Buku Hanua Sinjai menyusuri pelbagai sudut sejarah politik kerajaan, awal masuk dan perkembangan agama Islam, geliat sufisme, perkembangan seni, peristiwa peperangan melawan kolonial Hindia Belanda, hingga pesan-pesan leluhur.

“Data-data buku ini dihimpun selama lebih 30 tahun dari lontara dan dikomparasikan dengan data Belanda. Saya tulis selama tiga tahun. Terima kasih kepada semua pihak yang mendukung terbitnya buku ini,” kata Muhannis kepada WartaBulukumba.com dalam sebuah wawancara pada Ahad, 15 Mei 2022.

Buku Hanua Sinjai berukuran 15×21 cm, dan tebalnya 670 halaman dengan membentangkan uraian 18 bagian.

Bagian pertama mengajak pembaca menelusuri sejarah politik, perjalanan sejarah lokal, dan rasa kebatinan masyarakat Sinjai pada abad XVI-XXI.***

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x