Tak puas terhadap jawaban Ketua Baznas Bulukumba, calon jemaah haji kembali menulis surat terbuka

- 21 Mei 2022, 19:17 WIB
Ilustrasi jemaah haji
Ilustrasi jemaah haji /Kabar Banten/Rizki Putri

Berikut isi tanggapan balik Drs. Ahmad Saleh dalam surat terbuka kedua yang ditujukan kepada Ketua Baznas Bulukumba.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya Drs. Ahmad Saleh jamaah calon haji Bulukumba akan memberikan tanggapan balik terhadap jawaban Ketua BAZNAS Bulukumba atas pertanyaan saya dalam surat terbuka kemarin. Supaya diskusi kita tetap terarah dan tidak melenceng dari substansi persoalan yang sebenarnya, maka saya akan mengulang pertanyaan saya sebagai berikut:

1. Apa hukumnya infaq menurut pandangan Islam ?
2. Kalau infaq itu tidak wajib, kenapa dipatok Rp. 1.000.000 perorang ?
3. Apakah ada PERDA yang dijadikan dasar untuk melakukan pungutan ?
4. Kenapa tidak ada sosialisasi terlebih dahulu kepada jamaah calon haji sebagai obyek
pungutan ?

Saya sangat menghargai dan menghormati saudara Pimpinan BAZNAS Bulukumba, dan tidak ada niat sedikitpun untuk menggurui. Izinkan saya untuk menjelaskan maksud pertanyaan di atas.

1. Apa hukumnya infaq menurut pandangan Islam?

Saya pikir pertanyaan ini tidak berat bagi saudara, apalagi saya tahu betul kapasitas saudara sebagai Pimpinan BAZNAS Bulukumba. Saya hanya butuh penjelasan dan penegasan bahwa infaq jamaah calon haji itu hukumnya; wajib, sunat, mubah dan atau makruh. Supaya saya sebagai orang awam (ammeng) bisa memahami.

Seandainya infaq jamaah calon haji itu wajib, maka benarlah saudara jika mematok, menetapkan, dan menentukan nominal Rp1.000.000 (satu juta rupiah) perorang, sebagaimana tertera dalam BLANGKO STOR INFAQ yang saudara titip di Kantor Pelayanan Haji Kemenag Bulukumba.

Tapi sekiranya infaq itu tidak wajib menurut pandangan agama Islam, maka saudara
mungkin keliru jika menetapkan jumlah uang (Nominal) infaq yang harus dibayar oleh jamaah calon haji (mohon maaf kalau saya keliru). Mudah-mudahan uraian singkat di atas bisa semakin memperjelas pertanyaan saya no. 1 dan 2.

2. Apakah ada Peraturan Daerah (PERDA) yang dijadikan dasar untuk melakukan pungutan? Kenapa saya bertanya tentang Peraturan Daerah (PERDA) yang dijadikan dasar hukum dalam melakukan pungutan infaq kepada jamaah calon haji, karena PERDA merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan yang disetujui oleh Bupati dan DPRD dan masuk dalam Tata Urutan Perundangan-Undangan Indonesia (mohon maaf kalau saya keliru). Saya sadar bahwa infaq yang dibebankan kepada jamaah calon sudah lama berlangsung (Sejak A. Patabai Pabokori Bupati Bulukumba) sebagaimana penjelasan saudara. Tapi itu tidak bisa dijadikan dasar hukum, karena memang bukan Produk Hukum. Sementara hasil-hasil kesepakatan yang saudara sampaikan, mulai kesepakatan bupati dengan Baznas, kesepakatan BAZNAS Tingkat Propinsi Sulawesi Selatan, dinilai tidak layak dijakan sandaran atau dasar hukum untuk melakukan pungutan infaq kepada jamaah calon haji, karena dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan DPRD sebagai wakil rakyat dan jamaah calon haji obyek pungutan. Saya berharap uraian di atas bisa memperjelas pertanyaan nomor 3 dan 4.

Semoga paparan saya pada kesempatan ini, bisa semakin mendekatkan kita pada rumusan penyelesaian substansi masalah yang sebenarnya.

Halaman:

Editor: Muhlis


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah