Tak puas terhadap jawaban Ketua Baznas Bulukumba, calon jemaah haji kembali menulis surat terbuka

21 Mei 2022, 19:17 WIB
Ilustrasi jemaah haji /Kabar Banten/Rizki Putri

WartaBulukumba - Gaduh ruang publik di Bulukumba berawal dari sepucuk surat terbuka yang isinya menyatakan secara implisit bahwa ada 'aroma pungutan liar' berkedok infaq.

Surat terbuka itu dilayangkan oleh seorang calon jemaah haji Kabupaten Bulukumba bernama Drs. Ahmad Saleh yang ditujukan kepada Ketua Baznas Bulukumba.

Kini ada surat terbuka edisi kedua. Isinya menyatakan ketidakpuasan terhadap jawaban Ketua Baznas Bulukumba, Kamaruddin Hambali.

Baca Juga: Surat terbuka calon jemaah haji Bulukumba persoalkan infaq dipatok Rp 1 juta, begini penjelasan Ketua Baznas

Sebelumnya, inti surat terbuka pertama menyoal infaq senilai Rp1 juta yang dibebankan kepada calon jemaah haji, terkhusus di Bulukumba dan mempertanyakan hukum infaq dalam Islam. 

Menanggapi surat terbuka tersebut, Ketua Baznas Bulukumba Kamaruddin Hambali yang dikonfirmasi WartaBulukumba.com menyatakan bahwa kebijakan infak jemaah haji sebenarnya sudah berlangsung puluhan tahun.

"Sudah berlangsung puluhan tahun, sejak era Bapak Bupati Andi Patabai Pabokori kalau tidak salah," jelasnya kepada WartaBulukumba.com pada Jumat malam, 21 Mei 2022.

Baca Juga: Fungsi sosial kedaruratan Baznas Bulukumba dipertanyakan

Kamaruddin Hambali menuturkan, infaq jemaah haji juga berlaku di setiap kabupaten dan kota di Sulsel dan beberapa provinsi lain.

"Dulu dikelola oleh BAZ di bawah Kemenag," terangnya.

Kamaruddin Hambali menambahkan bahwa saat ini infak jemaah haji dikelola oleh Baznas.

Baca Juga: Makin banyak uang, Layanan Aktif Baznas Bulukumba dinilai malah makin tidak aktif

"Yang berbeda adalah besarannya. Di zaman Bapak Andi Patabai Pabokori sekitar 300 ribu per jamaah. Tahun 2018 lalu Baznas menerapkan 500 ribu per jamaah. Tahun 2019 naik menjadi satu juta per jamaah," jelasnya.

Kamaruddin Hambali menerangkan alasan besarannya dinaikkan yakni berdasarkan hasil Rakorda Baznas.

"Besarannya dinaikkan mengingat Bulukumba selalu diprotes oleh daerah lain, karena Bulukumba selalu yang terendah infak hajinya dibanding kabupayen dan kota lain," tandas Ketua Baznas Bulukumba.

Baca Juga: Sebentuk cinta Baznas Bulukumba untuk guru mengaji dan marbot

 

 

Tanggapan Balik Drs Ahmad Saleh terhadap penjelasan Ketua Baznas

Berikut isi tanggapan balik Drs. Ahmad Saleh dalam surat terbuka kedua yang ditujukan kepada Ketua Baznas Bulukumba.

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Saya Drs. Ahmad Saleh jamaah calon haji Bulukumba akan memberikan tanggapan balik terhadap jawaban Ketua BAZNAS Bulukumba atas pertanyaan saya dalam surat terbuka kemarin. Supaya diskusi kita tetap terarah dan tidak melenceng dari substansi persoalan yang sebenarnya, maka saya akan mengulang pertanyaan saya sebagai berikut:

1. Apa hukumnya infaq menurut pandangan Islam ?
2. Kalau infaq itu tidak wajib, kenapa dipatok Rp. 1.000.000 perorang ?
3. Apakah ada PERDA yang dijadikan dasar untuk melakukan pungutan ?
4. Kenapa tidak ada sosialisasi terlebih dahulu kepada jamaah calon haji sebagai obyek
pungutan ?

Saya sangat menghargai dan menghormati saudara Pimpinan BAZNAS Bulukumba, dan tidak ada niat sedikitpun untuk menggurui. Izinkan saya untuk menjelaskan maksud pertanyaan di atas.

1. Apa hukumnya infaq menurut pandangan Islam?

Saya pikir pertanyaan ini tidak berat bagi saudara, apalagi saya tahu betul kapasitas saudara sebagai Pimpinan BAZNAS Bulukumba. Saya hanya butuh penjelasan dan penegasan bahwa infaq jamaah calon haji itu hukumnya; wajib, sunat, mubah dan atau makruh. Supaya saya sebagai orang awam (ammeng) bisa memahami.

Seandainya infaq jamaah calon haji itu wajib, maka benarlah saudara jika mematok, menetapkan, dan menentukan nominal Rp1.000.000 (satu juta rupiah) perorang, sebagaimana tertera dalam BLANGKO STOR INFAQ yang saudara titip di Kantor Pelayanan Haji Kemenag Bulukumba.

Tapi sekiranya infaq itu tidak wajib menurut pandangan agama Islam, maka saudara
mungkin keliru jika menetapkan jumlah uang (Nominal) infaq yang harus dibayar oleh jamaah calon haji (mohon maaf kalau saya keliru). Mudah-mudahan uraian singkat di atas bisa semakin memperjelas pertanyaan saya no. 1 dan 2.

2. Apakah ada Peraturan Daerah (PERDA) yang dijadikan dasar untuk melakukan pungutan? Kenapa saya bertanya tentang Peraturan Daerah (PERDA) yang dijadikan dasar hukum dalam melakukan pungutan infaq kepada jamaah calon haji, karena PERDA merupakan hasil pembahasan dan kesepakatan yang disetujui oleh Bupati dan DPRD dan masuk dalam Tata Urutan Perundangan-Undangan Indonesia (mohon maaf kalau saya keliru). Saya sadar bahwa infaq yang dibebankan kepada jamaah calon sudah lama berlangsung (Sejak A. Patabai Pabokori Bupati Bulukumba) sebagaimana penjelasan saudara. Tapi itu tidak bisa dijadikan dasar hukum, karena memang bukan Produk Hukum. Sementara hasil-hasil kesepakatan yang saudara sampaikan, mulai kesepakatan bupati dengan Baznas, kesepakatan BAZNAS Tingkat Propinsi Sulawesi Selatan, dinilai tidak layak dijakan sandaran atau dasar hukum untuk melakukan pungutan infaq kepada jamaah calon haji, karena dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan DPRD sebagai wakil rakyat dan jamaah calon haji obyek pungutan. Saya berharap uraian di atas bisa memperjelas pertanyaan nomor 3 dan 4.

Semoga paparan saya pada kesempatan ini, bisa semakin mendekatkan kita pada rumusan penyelesaian substansi masalah yang sebenarnya.

Saya tidak ada niat sedikitpun untuk memojokkan saudara, saya hanya ingin melihat saudara bekerja lebih profesional dan bebas dari ancaman jeratan hukum. Mohon maaf jika ada kata yang kurang berkenan. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Drs. Ahmad Saleh.

Ketua Baznas Bulukumba, Kamaruddin Hambali saat dikonfirmasi WartaBulukumba.com pada Sabtu malam tidak segera memberikan jawaban.***

Editor: Muhlis

Tags

Terkini

Terpopuler