WartaBulukumba.Com - Seperti keindahan yang memantul di permukaan Danau Iskanderkul, wanita-wanita Muslimah di Tajikistan terlihat anggun dalam balutan hijab.
Hingga akhirnya, pada 8 Mei, majelis rendah parlemen Tajikistan mengesahkan sebuah RUU, yang kemudian disetujui oleh majelis tinggi pada 19 Juni.
Menurut laporan First Post pada Senin, 24 Juni 2024, Undang-undang tersebut mengamendemen undang-undang yang ada ‘Tentang Pengaturan Liburan dan Upacara’ dan melarang “impor, penjualan, promosi, dan pemakaian pakaian yang dianggap asing bagi budaya nasional”.
Sesuai dengan undang-undang baru ini, pelanggar akan didenda — mulai dari 7.920 somoni atau setara Rp11 juta untuk pelanggar individu hingga 39.500 somoni atau setara Rp55 juta untuk institusi.
RUU ini juga melarang Eidi, kebiasaan memberikan uang kepada anak-anak selama Idul Fitri dan Navroz, serta perayaan Idul Fitri dan Idul Adha.
Larangan penggunaan jilbab di Tajikistan dipandang sebagai cerminan dari garis politik yang dijalankan oleh pemerintah presiden seumur hidup Emomali Rahmon sejak tahun 1997.
Diwartakan Euro News, undang-undang yang melarang jilbab, merupakan salah satu dari 35 tindakan terkait agama yang beragam, dalam langkah yang digambarkan oleh pemerintah sebagai "melindungi nilai-nilai budaya nasional" dan "mencegah takhayul dan ekstremisme."