Bank tutup, narasi kesengsaraan memenuhi Afghanistan di bawah kekuasaan Taliban

23 Agustus 2021, 13:06 WIB
Ilustrasi warga bela hak perempuan di Afghanistan. Dubes perempuan pertama Afghanistan di AS mengaku merasa lumpuh dengan keadaan negerinya yang dikuasai Taliban saat ini. /Dilara Senkaya/Reuters

WartaBulukumba - Membaca narasi kehidupan warga Afghanistan pasca kekuasaan Taliban, serupa membaca narasi dari sebuah perjuangan hidup yang tanpa ujung.

Orang-orang di Afghanistan tak lagi hidup dalam situasi yang sama. Mereka kini harus hidup dalam perjuangan mempertahankan kelangsungan hidup mereka.

Bank yang masih tutup dan harga pangan yang kian meroket, dengan pekerjaan yang tak lagi dimiliki, melengkapi narasai kesengsaraan negeri yang dikuasai oleh Taliban sejak pekan lalu.

Baca Juga: Sayangi Jantung dengan Infused Water Ketumbar

Perekonomian yang rapuh di negara itu, kini telah hancur. Dunia internasional tak lagi memberi sokongan dalam perekonomian Afghanistan.

Bahkan sebelum Taliban menguasai, kondisi di Afghanistan telah memburuk. Pemberontak menyebar makin pesat melalui kota-kota provinsi membuat nilai mata uang lokal anjlok terhadap dolar dan mendorong harga bahan makanan pokok semakin membumbung tinggi.

"Saya benar-benar tersesat, saya tidak tahu apa yang harus saya pikirkan terlebih dahulu, keselamatan dan kelangsungan hidup saya atau memberi makan anak-anak dan keluarga saya," kata seorang mantan polisi yang telah kehilangan gaji bulanan untuk membiayai istri dan keempat anaknya.

Baca Juga: Selamat jalan maestro musik gendang Makassar, Daeng Mile

"Saya tinggal di apartemen sewaan, saya belum membayar pemiliknya selama tiga bulan terakhir," lanjutnya.

Selama sepekan pria itu telah berusaha menjual beberapa cincin dan sepasang anting-anting milik istrinya, tetapi seperti banyak bisnis, pasar emas ditutup dan dia tak dapat menemukan pembeli.

"Saya sangat tidak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa," ungkapnya pilu.

Baca Juga: Yusuf Demir adalah 'new Lionel Messi' di Barcelona?

Dilansir dari Reuters pada Senin 23 Agustus 2021, harga bahan pokok seperti tepung, minyak dan beras telah naik sampai 10% hinggga 20% dalam beberapa hari. Sejumlah bank yang masih tutup juga tak memungkinkan warga mengakses tabungan mereka. Dengan tutupnya kantor Western Union, aliran uang dari luar negeri juga mengering.

"Semuanya karena situasi dolar. Ada beberapa toko makanan buka tetapi bazar kosong," kata seorang mantan pegawai pemerintah yang sekarang bersembunyi karena takut akan pembalasan Taliban.

Pada Ahad 22 Agustus 2021 kelompok bantuan internasional mengatakan penangguhan penerbangan komersial ke Afghanistan yang berarti tidak ada cara untuk mendapatkan pasokan obat-obatan dan bantuan lainnya.

Baca Juga: 7 fakta menarik KRI Golok milik TNI AL, nomor 5 sangat mengejutkan

Saat ini, narasi kesengsaraan itu semakin menjalar jauh ke kota-kota. Menjangkau kelas menengah ke bawah yang telah melihat peningkatan standar hidup mereka dalam dua dekade sejak Taliban berkuasa terakhir kali.

"Semuanya sudah berakhir. Bukan hanya pemerintah yang jatuh," kata seorang pegawai pemerintah yang tidak ingin namanya disebutkan.

"Kami sudah terlilit utang karena pemerintah belum membayar gaji kami selama dua bulan terakhir," kata dia.

Baca Juga: Muhammad Kece kembali mengunggah konten: 'Siapa yang Menista Sebenarnya?'

"Ibu saya yang sudah lanjut usia kini sakit, dia membutuhkan obat, dan anak-anak serta keluarga saya membutuhkan makanan. Tuhan tolong kami," katanya.***

Editor: Sri Ulfanita

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler