Dolar AS anjlok justru setelah kekhawatiran terhadap inflasi mereda

- 15 Mei 2021, 12:21 WIB
Ilustrasi uang dolar AS.
Ilustrasi uang dolar AS. /Dok. Pexels.com/Alexander Mils

WartaBulukumba - Bibir jurang sedang menganga lebar dan menatap dolar AS.

Nilai tukar mata uang negara super power tersebut anjlok. Ia dilumat oleh sejumlah mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Jumat (Sabtu pagi WIB). Nilainya tergelincir dan terus tergerus.

Ini terjadi setelah penjualan ritel AS secara tak terduga mengalami stagnan pada April dan ketika kekhawatiran tentang prospek percepatan inflasi mulai mereda.

Baca Juga: Perbatasan Indonesia-Malaysia direndam banjir

Dilansir WartaBulukumba dari Antara, Sabtu 15 Mei 2021, indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya turun setengah persen menjadi 90,317, menghapus kembali sebagian besar kenaikan yang dibuat awal pekan ini setelah data menunjukkan lonjakan harga konsumen yang mengejutkan.

Pihak Departemen Perdagangan AS mempublikasikan pada Jumat 14 Mei 2021 bahwa penjualan ritel tidak berubah pada April setelah melonjak 10,7 persen pada Maret, didorong oleh stimulus bantuan langsung tunai.

Meski begitu percepatan lain dalam penjualan ritel tampaknya mungkin terjadi dalam beberapa bulan mendatang karena ekonomi AS dibuka kembali dan warga Amerika menghabiskan tabungan yang telah mereka kumpulkan.

Baca Juga: Sindrom Havana menyerang Amerika Serikat, 130 insiden cedera otak

Anjloknya dolar AS pada Jumat 14 Mei menghapus beberapa reli dua hari dalam dolar setelah data pada Rabu 12 Mei menunjukkan harga konsumen AS meningkat paling tinggi dalam hampir 12 tahun.

Sebelumnya Fed telah berkomitmen untuk mempertahankan suku bunga rendah bahkan saat inflasi naik, beberapa di pasar bertaruh bahwa Fed akan dipaksa untuk bertindak lebih cepat dari yang diharapkan, membuat dolar lebih menarik.

Kombinasi data ekonomi yang lemah, laporan penggajian non-pertanian minggu lalu dan penjualan ritel pada Jumat 14 Mei dan bukti dari inflasi yang lebih kuat berarti bahwa dolar telah berjuang untuk membuat kemajuan besar, tulis Jonas Goltermann, ekonom senior di Capital Economics.***

Editor: Alfian Nawawi

Sumber: Antara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah