Wisata sejarah dan alam recommended dan paling hits di Bulukumba

- 13 Juli 2023, 21:53 WIB
Buhung Labbua atau Permandian Hila Hila di Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba, Sulsel.
Buhung Labbua atau Permandian Hila Hila di Kecamatan Bontotiro Kabupaten Bulukumba, Sulsel. /Darma

WartaBulukumba - Di Timur Bulukumba, Buhung Labbua adalah semburat sejarah penyebaran Islam pertama kali di Bulukumba masa silam.

Air yang mengaliri kolam permandian Hila Hila atau Buhung Labbua adalah sebuah mata air yang tak pernah kering meskipun musim kemarau datang menyapa. Buhung Labbua adalah salah satu keajaiban Bulukumba yang melintasi zaman dan kini menjadi salah satu destinasi wisata alam dan sejarah recommended.

Dimulai pada abad ke 16. Dato ri Tiro atau Datuk Tiro adalah pemilik nama asli Abdul Jawad Khatib Bungsu atau Al Maulana Khatib Bungsu yang datang menyeberangi lautan dari Minangkabau, Sumatera Barat. Dato ri Tiro bersama dua orang kawannya yaitu Dato Patimang atau Khatib Sulaeman dan Dato ri Bandang atau Abdul Makmur. Timur Bulukumba, tepatnya di wilayah Kerajaan Tiro (wilayah Kecamatan Bontotiro dewasa ini) menjadi  ririk awal Dato ri Tiro menyebarkan agama Islam.

Baca Juga: Tandabaca: Rekomendasi tempat wisata alam yang sangat memukau di Bulukumba

Dato Patimang menyiarkan agama Islam di kerajaan Luwu dan Dato ri Bandang menyiarkan agama Islam di Kerajaan Gowa dan Tallo. Sedangkan Dato Tiro menyiarkan agama Islam di daerah Bulukumba dan sekitarnya.

Asal Muasal Buhung Labbua

Suatu hari Dato ri Tiro ingin melaksanakan shalat namun tidak menemukan air suci untuk berwudhu.

Seketika Dato ri Tiro menancapkan tongkatnya ke tanah yang kemudian membentuk garis sehingga keluarlah mata air dari dalam tanah. Air menyembur dengan sangat deras hingga membentuk sungai yang kemudian dikenal saat ini dengan Buhung Labbua yang berarti 'sumur panjang'.

Baca Juga: Menjelajahi pesona hutan bakau di Bulukumba: Wisata Mangrove Luppung Manyampa

Buhung Labbua mengelilingi masjid dengan panjang sekitar 100 meter.

Nama Dato ri Tiro kini diabadikan  di Masjid Islamic Center Dato Tiro di Kota Bulukumba. Dato ri Tiro membangun Masjid Nurul Hilal di Bontotiro pada tahun 1605 Masehi.

Masjid ini telah mengalami lima kali renovasi yakni renovasi pertama kali dilakukan pada tahun 1625, sedangkan renovasi terakhir kali dilakukan pada tahun 1998.

Sejak berdirinya mesjid ini bernama Mesjid Hila-Hila. Pada tahun 1997 namanya diganti menjadi Masjid Nurul Hilal Dato Tiro.

Baca Juga: Sepotong surga tersembunyi di Kabupaten Bulukumba: Pesona hutan bakau Luppung Manyampa

 

Di Buhung Labbua, nyaris setiap hari, suara riuh rendah orang-orang yang mandi, menyelam dan berenang dengan riang. Di antara para pengunjung ada yang datang dari luar Kabupaten Bulukumba.

Saat mata menengadah ke atas, di arah utara akan terlihat bebukit karang menjulang tinggi. Ada segaris awan putih lembut menempel di langit. 

Warna alam semakin memukau. Menemui panorama indah di timur Bulukumba ini adalah juga serupa pertemuan dengan keajaiban.

Baca Juga: Buhung Labbua di Bontotiro Bulukumba: Mata air abadi dari tongkat Dato ri Tiro

Makam Dato ri Tiro

Makam Dato ri Tiro selalu ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai penjuru Nusantara.

Makam Dato ri Tiro menempati lahan seluas 695 m2, berorientasi utara-selatan, berukuran panjang 2,90 m dan lebar 2 m.

Nisannya terbuat dari kayu raja dengan ornamen hias tumpal. Bentuk asli makam ini berupa batu kali yang belum dipahat, disusun membentuk segi empat panjang, memiliki cungkup dan dipagar menggunakan bambu yang telah dianyam. 

Kompleks Makam Dato ri Tiro ditetapkan sebagai cagar budaya berdasarkan surat keputusan Nomor: PM.59/PW.007/ MKP/2010, tanggal 22 Juni 2010, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Ir. Jero Wacik, S.E.***

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah