Sejarah Hari Puisi Nasional 28 April dan tonggak penting kepenyairan Chairil Anwar, Pelopor Angkatan 45

28 April 2022, 18:45 WIB
Sejarah Hari Puisi Nasional dan tonggak penting kepenyairan Chairil Anwar /Tangkapan Layar YouTube/Maestro Indonesia

WartaBulukumba - Hari Puisi Nasional setiap 28 April adalah hari di mana sastra dan jagat puisi Indonesia juga mengenang Chairil Anwar.

Tidak ada yang lebih berbeda dibanding puisi-puisi karya Chairil Anwar yang dianggap sebagai salah satu senandung pembebasan dan pembaharuan gaya berpuisi di era revolusi kemerdekaan.

Sebagai salah satu sastrawan besar yang pernah dimiliki bangsa ini, Chairil Anwar telah diletakkan dalam sejarah sastra, terkhusus perpuisian di Indonesia sebagai sebuah era baru.

Baca Juga: Lima puisi WS Rendra, 'Puisi Surat Cinta' hingga 'Gumamku ya Allah'

Puisi-puisi Chairil Anwar dianggap berbeda, mendobrak 'tatanan' dan gaya lama.

Setiap tanggal 28 April selalu diperingati sebagai Hari Puisi Nasional, bertepatan dengan peringatan hari wafatnya Chairil Anwar.

Karyanya tidak banyak. Chairil Anwar adalah seorang penyair yang telah melahirkan 96 karya, termasuk 70 puisi. Namun kualitas karya Chairil Anwar mampu meneguhkan sebuah tonggak kepenyairan dan gaya perpuisian yang baru sebagai Pelopor Angkatan 45 dalam jagat sastra Indonesia.

Baca Juga: Puisi islami lima sastrawan besar Indonesia, 'Dalam Do'aku' hingga 'Tuhan, Kita Begitu Dekat'

Berkat dedikasinya di bidang sastra, Chairil Anwar dinobatkan sebagai Pelopor Angkatan 45.

Karya-karya Chairil Anwar yang sangat terkenal, di antaranya seperti “Aku”, “Karawang-Bekasi”, dan “Diponegoro”. 

Untuk tema percintaan dan renungan, beberapa yang terkenal adalah “Senja di Pelabuhan kecil”, “Doa”, serta “Selamat Tinggal”.

Baca Juga: Lima puisi Cak Nun, 'Jawaban Kepada Negeri' hingga 'Hati Telanjang Kepada Tuhan'

Berikut salah satu puisi Chairil Anwar yang berjudul “Aku”:

Aku

Kalau sampai waktuku 

Ku mau tak seorang kan merayu 

Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu

Aku ini binatang jalang 

Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru menembus kulitku 

Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari 

Berlari Hingga hilang pedih perih

Dan akan lebih tidak peduli 

Aku mau hidup seribu tahun lagi.

Baca Juga: Puisi terakhir WS Rendra sesaat sebelum meninggal dunia

Selamat Hari Puisi Nasional. Seperti semangat Chairil Anwar, sastra dan khususnya puisi Indonesia bisa hidup jauh lebih dari seribu tahun lagi.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler