WartaBulukumba - Ada banyak hari dan catatan parsial sejarah saat petani-petani di Kabupaten Bulukumba harus duduk termangu memandang kekeringan di setiap sudut. Ancaman itu datang lagi. Pematang-pematang rengkah, retak! Dalam kondisi seperti itu maka yang bertumbuhan bagi lahan pertanian hanya satu: harapan.
El Nino, sang penyihir hangat, melepaskan helaian api di samudra, membangkitkan badai, memeluk sungai angin dengan gairah tak terkendali. Para petani di Indonesia, tentu saja termasuk petani Bulukumba, terancam gagal panen.
Dalam pelukan El Nino, suhu permukaan laut bisa seolah terbakar, awan-awan meredup, meninggalkan jejak kekeringan.
Baca Juga: El Nino jadi topik Temu Petani ASEAN, Andi Reski Anggraini asal Bulukumba wakili Indonesia
Sementara itu, La Nina, ratu es yang anggun, meniupkan napas dinginnya ke samudra, menciptakan koreografi salju.
Angin berbisik lirih, awan-awan merayap, menuangkan hujan yang berlimpah.
El Nino dan La Nina selalu berdansa dan datang secara berkala.
Baca Juga: Benarkah AI ancaman bagi banyak profesi? Copywriter asal Bulukumba ungkap pengalaman dibantu AI