Antara metode hisab dan rukyatul hilal

21 April 2023, 01:09 WIB
Ilustrasi - Antara metode hisab dan rukyatul hilal /Pixabay

WartaBulukumba - Pertanyaan itu selalu menghambur dan menghablur di hari-hari menjelang beberapa momen penting dalam agama Islam. Mulai kalimat 'Kapan 1 Syawal atau Idul Fitri?" atau "Kapan awal Ramadhan?" atau "Kapan Idul Adha? 

Untuk menjawabnya, negeri ini lazim diakrabi dua metode yaitu hisab dan rukyatul hilal. Keduanya adalah dua metode yang berbeda dalam menentukan awal Ramadan, Idul Fitri, dan Idul Adha dalam kalender Hijriyah. Ada dua ruang yang membersamainya, dalil agama Islam dan sains.

Dua ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, masing-masing menerapkan metode yang berbeda satu sama lain. Sehingga sangat wajar, setiap tahun kerap terjadi perbedaan.

Baca Juga: 40 ucapan lebaran Idul Fitri 1444 Hijriah yang indah dan penuh makna, cocok diposting di akun medsos Anda

Metode Hisab

Rukyatul hisab adalah metode penghitungan astronomi yang menggunakan perhitungan matematika dan perangkat lunak komputer untuk menentukan kapan bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha dimulai.

Metode ini menggunakan rumus astronomi untuk memprediksi gerakan matahari dan bulan, dan menghitung kapan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan. 

Mengutip laman Muhammadiyah.or.id, Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah kriteria penetapan awal bulan hijriah yang digunakan Muhammadiyah.

Baca Juga: Sikapi potensi perbedaan penetapan 1 Syawal Habib Rizieq Shihab sarankan untuk melakukan hal ini

Kriteria ini mensyaratkan tiga parameter, yaitu: (1) ijtimak sebelum gurub, (2) bulan terbenam (moonset) setelah matahari terbenam (sunset), (3) saat gurub hilal sudah wujud di atas ufuk. Argumen metode dan kriteria ini tertera secara lengkap dalam buku berjudul “Pedoman Hisab Muhammadiyah” yang disusun oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah.

Sementara itu Imkan Rukyat MABIMS adalah metode dan kriteria penetapan awal bulan hijriah yang digunakan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dengan parameter ketinggian hilal minimal 3 derajat dan sudut elongasi minimal 6.4 derajat.

Kendati begitu, argumen metode dan kriteria ini tidak atau belum ditemukan secara tertulis dalam bentuk dokumen (buku) yang diterbitkan Kemenag.

Baca Juga: 20 ucapan Idul Fitri 2023 yang cocok diposting di akun media sosial

Menurut Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, secara metode, Wujudul Hilal dan Imkan Rukyat MABIMS 3-6.4 sama-sama berada dalam ranah hisab dan masing-masing memiliki argumen (dalil), dan saat yang sama memiliki kelebihan dan kekurangan. Keduanya kerap dikritik dan bahkan adakalanya saling mengkritik, dan keduanya merupakan produk ijtihad dan kesepakatan penggunanya masing-masing.

Ciri utama dari Wujudul Hilal adalah wujud (eksistensi) hilal di atas ufuk berapapun dan bagaimanapun posisi dan ketinggiannya (asalkan positif di atas ufuk) yang sama sekali tidak mensyaratkan terlihat atau dilihat secara kasat mata.

Sementara ciri yang melekat pada Imkan Rukyat MABIMS 3-6.4 sebagaimana dipraktikkan selama ini adalah keterlihatan atau kemungkinan terlihat hilal di atas ufuk baik dengan kasat mata atau dengan menggunakan alat (teropong), plus ditetapkan saat sidang isbat oleh Kementerian Agama RI. Karena itu disini tampak perbedaan dan pertentangan dua metode/kriteria ini.

Baca Juga: Teknologi canggih 'Flying Wagon' di masa Nabi Sulaiman AS? Begini penjelasan pakar ufologi dari BETA UFO

Rukyatul Hilal

Sementara itu, rukyatul hilal adalah metode pengamatan langsung hilal, yaitu melihat langsung hilal pada malam pertama bulan Hijriyah baru setelah matahari terbenam. Metode ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad SAW, yang memerintahkan umat Islam untuk melihat hilal pada malam pertama bulan Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Pengamatan hilal ini dilakukan oleh para ahli astronomi atau petugas observatorium yang dilakukan di berbagai tempat di seluruh dunia.

Kedua metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Rukyatul hisab dianggap lebih akurat dan dapat memprediksi tanggal-tanggal penting dalam kalender Hijriyah dengan tepat. Sementara itu, rukyatul hilal memberikan pengalaman pengamatan langsung yang memungkinkan umat Islam merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam kalender Hijriyah dengan keyakinan yang kuat dan merasa dekat dengan Allah SWT.

Baca Juga: Benarkah AI ancaman bagi banyak profesi? Copywriter asal Bulukumba ungkap pengalaman dibantu AI

Namun, keduanya bisa saja memberikan hasil yang berbeda-beda tergantung pada kondisi alam di masing-masing wilayah. Oleh karena itu, umat Islam diharapkan untuk mengikuti hasil yang telah disepakati oleh ulama dan ahli kalender setempat untuk menentukan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.

Imkanur Rukyah

Imkanur Rukyah merupakan aktivitas mengamati visibilitas hilal, yaitu penampakan bulan sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtima’ (konjungsi).

Metode Rukyah dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop yang dilakukan setelah matahari terbenam.

Dalam penetapan 1 Ramadhan 1444 Hijriah, penganut metode imkanur rukyah berpendapat bahwa kemunculan hilal tidak dianggap apabila hilal tersebut tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Umumnya, hilal akan tampak setelah matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibandingkan dengan cahaya matahari, serta ukurannya yang sangat tipis.

Apabila saat melakukan rukyah, hilal terlihat, maka pada waktu petang atau maghrib waktu setempat telah memasuki bulan (kalender) baru hijriyah.

Apabila hilal tidak terlihat maka awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler