Ilmuwan ungkap mengapa gempa Turki dan Suriah begitu dahsyat

7 Februari 2023, 18:22 WIB
Seorang wanita berdiri di dekat bangunan yang runtuh setelah gempa bumi di Kahramanmaras, Turki. /Reuters/Cagla Gurdogan/

WartaBulukumba - Mengapa gempa Turki dan Suriah begitu dahsyat?

Catatan menunjukkan hanya dua gempa paling mematikan sepanjang tahun 2013 hingga 2022 yang besarnya sama dengan gempa dahsyat yang meluluhlantakkan Turki pada hari Senin.

Dilansir dari Reuters pada Selasa, 7 Februari 2023, gempa berkekuatan 7,8 SR yang melanda Turki dan Suriah pada hari Senin kemungkinan akan menjadi salah satu yang paling mematikan dekade ini, kata seismologust.

Baca Juga: Korban gempa dahsyat di Turki sudah melewati angka 5000 tewas

Ada retakan lebih dari 100 km antara lempeng Anatolia dan Arab.

Inilah yang dikatakan para ilmuwan terjadi di bawah permukaan bumi dan apa yang akan terjadi setelahnya.

Pusat gempa berada sekitar 26 km sebelah timur kota Nurdagi di Turki pada kedalaman sekitar 18 km di Patahan Anatolia Timur. 

Baca Juga: Korban tewas akibat gempa besar di Turki mendekati 3000

Selama abad ke-20, Patahan Anatolia Timur menghasilkan sedikit aktivitas seismik besar.

"Jika kita hanya melihat gempa besar yang direkam oleh seismometer, itu akan terlihat kurang lebih kosong," kata Roger Musson, rekan peneliti kehormatan di British Geological Survey.

Hanya tiga gempa bumi yang terdaftar di atas 6,0 Skala Richter sejak 1970 di daerah tersebut, menurut Survei Geologi AS. Namun pada tahun 1822, gempa berkekuatan 7,0 melanda wilayah tersebut, menewaskan sekitar 20.000 orang.

Baca Juga: Gempa besar melanda Turki dan Suriah, ratusan tewas dan banyak yang terjebak dalam reruntuhan

Rata-rata, ada kurang dari 20 gempa bermagnitudo lebih dari 7,0 setiap tahun, membuat peristiwa hari Senin itu parah.

Dibandingkan dengan gempa 6,2 yang melanda Italia tengah pada 2016 dan menewaskan sekitar 300 orang, gempa Turki-Suriah melepaskan energi 250 kali lebih banyak, menurut Joanna Faure Walker, kepala Institut Pengurangan Risiko dan Bencana University College London.***

Editor: Sri Ulfanita

Sumber: Reuters

Tags

Terkini

Terpopuler