Prihatin pada kondisi Benteng Senggang di sisi terluar Bulukumba, pasutri ini mendirikan Sekolah Alam

28 September 2023, 17:12 WIB
Sekolah Alam (Solam) Benteng Senggang/Dok. Solam Benteng Senggang /

WartaBulukumba.Com - Hawa dingin yang menciumi tubuh hingga gigil menjadi salah satu sahabat akrab di sini, sebuah kampung di sisi terluar Kabupaten Bulukumba. Hutan dan ladang menghijau mengitari rumah-rumah panggung dari bahan material kayu dan bambu. Jarak tempat-tempat hunian itu tidak saling berdekatan.

 

Membutuhkan lebih dari sekadar nyali untuk melewati terjal jalanan. Meskipun indahnya alam yang eksotis di sepanjang perjalanan adalah obat paling mujarab. Memiliki cinta yang tebal adalah syarat utama untuk memeluk Benteng Senggang, sebuah kampung yang begitu terpencil di wilayah Barat Bulukumba.

Terletak di ketinggian 900 meter di atas permukaan laut, kampung ini berada di titik perbatasan antara Kabupaten Bulukumba dengan Kabupaten Bantaeng.

Baca Juga: Bulukumba jadi pilot project UNICEF penanganan anak tidak sekolah

Nopianto bersama anak-anak Sekolah Alam Benteng Senggang, sisi terluar Kabupaten Bulukumba. WartaBulukumba.Com

Di balik sulitnya akses dan keterpencilan, terdapat kisah cinta dan dedikasi untuk Benteng Senggang yang bahkan setidaknya sampai tahun 2015, belum memiliki akses pelayanan umum seperti sekolah maupun kesehatan. Jalanan berbatu dan sangat menanjak. Salah perhitungan sedikit saja bisa jatuh ke jurang di sisi kiri kanan jalan.

Kampung ini telah memanggil-manggi salah seorang pegiat literasi bernama Nopianto. Dia seorang lelaki muda asal Borong Rappoa di Kecamatan Kindang. Suatu hari Nopi menginjakkan kaki di Benteng Senggang untuk menggelar lapak baca gratis buat anak-anak setempat.

"Pada tahun 2015, jalanan menuju kampung ini masih berupa tanah berbatu, dan akses dengan sepeda motor saja merupakan tantangan tersendiri," tutur Nopi, sapaan akabnya, kepada WartaBulukumba.Com pada Kamis, 28 September 2023.

Dia sangat senang begitu anak-anak berkumpul dan merubung buku-buku bacaan yang dia bawa. Namun tetiba ada kegetiran dan iba di hati Nopianto, sebagian besar di antara anak-anak itu ternyata belum mengenal aksara.

Baca Juga: Menyerang pelosok, Literasi Satu Atap di Bulukumba kian menggeliat

Nopi mengarai anak-anak Solam Benteng Senggang membuat layang-layang./Dok. Solam Benteng Senggang

Niat awal hanya datang membuka lapak baca di desa yang mayoritas warganya bekerja sebagai petani kopi dan madu itu, di kemudian hari Nopi lalu bertekad membangun sebuah sekolah alam di kampung ini. 

Nopi prihatin setelah mengetahui kondisi warga Benteng Senggang yang tidak pernah merasakan duduk di bangku sekolah dasar, membuat Nopi dengan suka rela ingin mendidik seluruh warga. Mulai anak-anak hingga orang dewasa.

Di awal-awal membuka sekolah alam, sekitar 20 anak-anak dan 10 orang dewasa yang menjadi murid.  Hingga pada 2021 lalu, dari taman baca bertransformasi menjadi Sekolah Alam, dan aktif melaksanakan proses belajar mengajar hingga saat ini.

Baca Juga: Tebar kebaikan di bawah rintik yang merayu, bukan karena 'mampu' tetapi 'mau'

Bantuan dari Berbagai Pihak

Pria kelahiran Borong Rappoa, 21 April 1994 itu juga mengenang, saat pertama kali ke kampung ini, mayoritas warga di Benteng Senggang tidak memiliki Administrasi Kependudukan (Adminduk) selayaknya warga negara Republik Indonesia.

Founder Sekolah Alam (Solam) Benteng Senggang ini sangat terkesan dan berterima kasih atas segala bentuk bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak, lembaga pemerintah hingga komunitas literasi. Salah satunya dari Baznas Kabupaten Bulukumba pada Januari 2023 lalu. 

Baznas Bulukumba merenovasi Sekolah Alam Benteng Senggang dan memberikan bantuan paket alat tulis dan buku-buku.

Baca Juga: Literasi Satu Atap mendapat cinta yang meruah dari anak-anak Desa Karama

Nopi berharap, Benteng Senggang bisa lebih maju dan lahir generasi yang cerdas dan dapat membanggakan.

Lulusan SMK ini bekerja di PLN. Namun, panggilan untuk melakukan sesuatu yang lebih besar dan berarti bagi masyarakat Benteng Senggang tak bisa diabaikannya. Dia memutuskan untuk menetap di desa ini. Inilah awal dari perubahan besar di Benteng Senggang.

Namun, Nopi tidak berjalan sendirian. Istrinya, Suharpida, seorang alumni Kebidanan yang berasal dari Bone bergabung dengannya dalam misi mulia ini. Pada tahun 2018, Suharpida mulai ikut mengajar anak-anak di Solam Benteng Senggang.

Mereka berdua, Nopianto dan Suharpida, bukan hanya membawa pengetahuan dan pendidikan ke kampung ini, tetapi juga membawa cinta. Cinta mereka tidak hanya terpancar dalam hubungan suami-istri yang kuat, tetapi juga dalam dedikasi mereka untuk membantu anak-anak Benteng Senggang meraih masa depan yang lebih baik.***

Editor: Alfian Nawawi

Tags

Terkini

Terpopuler