WartaBulukumba - Berbagai literatur sejarah menyimpan catatan penting bahwa dalam fase perkembangan masyarakat, perempuanlah yang pertama kali bercocok tanam.
Di sisi perempuan terdapat pertanian yang menjadi induk peradaban. Sebelum datangnya revolusi hijau, perempuan tani di desa menguasai sekitar 60 persen proses produksi usaha pertanian.
Bahkan perempuan tani menjadi penyumbang pemasukan ekonomi rumah tangga. Perempuan ikut andil dalam ketersediaan pangan di negeri ini.
Baca Juga: Sungkeman sebelum siraman, tangis Aurel dan Anang pecah
Revolusi hijau yang membawa teknologi baru dalam budidaya berbagai tanaman dan menguatnya kapitalisasi secara perlahan mengusir perempuan desa meninggalkan kegiatan pertanian.
Mereka terlempar jauh ke luar desa dan ke luar negeri menjadi pekerja rumah tangga, kuli bangunan, buruh pabrik dan lain-lain yang sesungguhnya rawan terhadap tindak pelecehan dan diskriminasi
Namun berbeda halnya dengan Ibu Nurliah. Ia seorang perempuan tani di Kelurahan Dannuang Kecamatan Ujung Loe yang tetap giat dan bergairah menjalankan pertanian.
Baca Juga: Pelaku penembakan 8 orang di Atlanta terancam vonis hukuman mati
Tahun 2001 bersama dengan suaminya mulai fokus menjalankan usaha tani dengan menanam sayuran.