Catatan dari Diskusi Buku 'Maharku: Pedang dan Kain Kafan, Jilid 2' (1)

- 25 November 2022, 13:54 WIB
Rahman Maman Rumaday menyerahkan buku 'Maharku: Pedang dan Kain Kafan, Jilid 2' kepada tiga pembicara yakni Yudhistira Sukatanya (kedua dari kanan), Mahrus Andis dan Lily Rachim.
Rahman Maman Rumaday menyerahkan buku 'Maharku: Pedang dan Kain Kafan, Jilid 2' kepada tiga pembicara yakni Yudhistira Sukatanya (kedua dari kanan), Mahrus Andis dan Lily Rachim. /Dok. Asnawin Aminuddin

Pada jilid 2, buku “Maharku, Pedang dan Kain Kafan” yang diterbitkan oleh Pustaka Sawerigading, bulan November 2022, yang berisi 110 halaman, berkisah tentang malam pertama hingga malam terakhir kebersamaan keluarga Maman Rumaday Heliati Eka Susilowati.

“Suatu bacaan yang sensasional, siap menenggelamkan pembacanya dalam lautan kenangan Maman,” kata Yudhistira dalam pembahasannya.

Baca Juga: Kenduri Sungai Bijawang 2022: Seniman dan sejumlah komunitas di Bulukumba bakal merubung 'Kidung Sungai'

Dia menunjuk halaman 93 buku tersebut, dan mengutip kalimat; “Merindukanmu adalah sesuatu yang datang dalam gelombang. Dan malam ini aku hanya tenggelam.”

Bung Yudhi, sapaan akrab Yudhistira Suktanya, juga mengutip kalimat; “Kupinang Kau Dengan Kain Kafan dan Pedang” Bertemu denganmu atas izin Rabbku. Bersatu dengan mu atas ridho Rabbku. Namun, mengapa Dia mengambilmu secepat ini? Bahkan ketika aku berusaha menjadi imam terbaik untuk mu.”

“Buku ini merupakan wujud persembahan sang penulis buat istrinya tercinta yang telah ‘pergi’, memenuhi panggilan Allah SWT. Maman telah berupaya menyalin kenangannya dalam kalimat-kalimat yang indah dan menyengat perhatian,” kata Bung Yudhi.

Baca Juga: Pemerhati budaya Sulawesi Selatan di Yogyakarta: 'Pemda Bulukumba perlu mengapresiasi karya-karya Dul'

Genre buku “Maharku, Pedang dan Kain Kafan” (MPdKK), bisa diklasifikasikan sebagai memoar atau memoir. Memoar adalah kenang-kenangan yang menyerupai autobiografi dengan menekankan pendapat, kesan dan tanggapan pencerita atas peristiwa-peristiwa yang dialami serta tokoh-tokoh yang berhubungan dengannya. Meski seluk-beluk sejarah dalam memoar tidak mutlak benar. 

“Maman, dalam buku ini tidak hanya mengungkapkan bagian kenangan pada istrinya yang diakuinya sebagai tanda pemuliaan dan penghormatan terhadap wanita dari sudut pemahaman duniawi dan ukhrawi-akhirat. Ia pun sesungguhnya memapar rangkaian kenangan itu dengan maksud membagikan kisah inspiratif dengan membuka jendela-jendela kenangan yang dapat menjadi bukaan pemahaman atas hikmah kehidupan, bahwa hidup tak hanya berkisah hari ini, di sini, lalu mati. Maman, menyadarkan bahwa manusia hidup untuk hari ini, esok, hingga setelah mati,” tutur Bung Yudhi.

Sebagai memoir, buku ini boleh dikata mengandung nilai sastra yang tinggi.

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x