Puisi terakhir WS Rendra sesaat sebelum meninggal dunia

- 12 April 2022, 14:08 WIB
Ws Rendra
Ws Rendra /Tangkapan Layar Kanal YouTube/Shaumi/

WartaBulukumba - WS Rendra belum pernah benar-benar mati melalui karya-karya yang menggelinjang dalam puisi, cerpen dan drama.

Sebagai penyair dan juga dikenal sebagai pelopor puisi pamflet di Indonesia, melaui puisi-puisinya kita dapat menemukan representasi masyarakat marjinal yang tersingkir dari sistem sosial maupun ekonomi karena konstruksi nilai tidak menyediakan tempat bagi mereka – rakyat.

Dalam salah satu puisi berjudul "Sajak Bulan Purnama" WS Rendra 'melenguh'.

Bulan purnama raya masuk ke perut babu,
lalu naik ke ubun-ubun,
menjadi mimpi yang gemilang,
menjelang pukul dua,
rembulan turun di jalan raya,
dengan rok satin putih,
dan parfum yang tajam baunya,
ia disambar petugas keamanan,
lalu disuguhkan pada tamu negara,
yang haus akan hiburan.

Baca Juga: Puisi Taufik Ismail 'Rasulullah Menyuruh Kita'

Profesor Harry Aveling, seorang pakar sastra dari Australia yang besar perhatiannya terhadap kesusastraan Indonesia, telah membicarakan dan menerjemahkan beberapa bagian puisi Rendra dalam tulisannya yang berjudul “A Thematic History of Indonesian Poetry: 1920 to 1974”.

Karya Rendra juga dibicarakan oleh seorang pakar sastra dari Jerman bernama Profesor Rainer Carle dalam bentuk disertasi yang berjudul Rendras Gedichtsammlungen (1957—1972): Ein Beitrag Zur Kenntnis der Zeitgenossichen Indonesischen Literatur. Verlag von Dietrich Reimer in Berlin: Hamburg 1977.

Pada usia 24 tahun, ia menemukan cinta pertama pada diri Sunarti Suwandi. Dari wanita yang dinikahinya pada 31 Maret 1959 itu, Rendra mendapat lima anak: Theodorus Setya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Clara Sinta. Romantisme percintaan mereka memberi inspirasi Rendra sehingga lahir beberapa puisi yang kemudian diterbitkan dalam satu buku Empat Kumpulan Sajak.

Baca Juga: Malam lailatul qadar, kenali tanda-tanda turunnya

Pada tahun 1971, Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat ditemani oleh kakaknya R. A. Laksmi Prabuningrat, keduanya adalah putri darah biru Keraton Yogyakarta mengutarakan keinginannya untuk menjadi murid Rendra dan bergabung dengan Bengkel Teater.

Tak lama kemudian Rendra melamar Sito untuk menjadi istri kedua, dan Sito menerimanya. Peristiwa itu, tak pelak lagi, mengundang berbagai komentar sinis seperti mengenai masuknya Rendra menjadi Islam hanya untuk poligami.

Tapi alasan yang lebih prinsipil bagi Rendra, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantuinya selama ini, yakni kemerdekaan individual sepenuhnya.

Baca Juga: Inilah tradisi unik masyarakat Bulukumba dalam bulan Ramadhan yang telah lama hilang

"Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai," katanya sambil mengutip ayat Quran, yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang. Dari Sitoresmi, ia mendapatkan empat anak: Yonas Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, dan Rachel Saraswati.

Sang Burung Merak kembali mengibaskan keindahan sayapnya dengan mempersunting Ken Zuraida, istri ke-3 yang memberinya dua anak, yaitu Isaias Sadewa dan Maryam Supraba. Tapi pernikahan itu harus dibayar mahal karena tak lama sesudah kelahiran Maryam, Rendra diceraikan Sitoresmi pada 1979, dan Sunarti pada tahun 1981.

Karya-karya Rendra tidak hanya terkenal di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Banyak karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, dan India.

Baca Juga: Pancasila sudah ada di Bulukumba ribuan tahun silam dalam tradisi demokrasi Ammatoa Kajang

Ia juga aktif mengikuti festival-festival di luar negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival (1995).

Sastrawan WS Rendra telah meninggal tahun 2009 lalu. Namun sebelum meninggal dan saat terbaring sakit, WS Rendra sempat menulis sebuah puisi.

Puisi ini sangat dalam maknanya. Bahwa sesungguhnya hidup ini adalah amanah, dan apa yang ada pada diri kita adalah titipan semata. Maka tidak boleh ada yang disombongkan sedikitpun dari kita, karena semua itu hanyalah titipan. Suatu saat akan diambil kembali oleh Nya. Hanya saja kita tidak pernah tahu, kapan Dia akan mengambilnya.

Berikut puisi terakhir WS Rendra ditulis sesaat sebelum wafat.

Hidup itu seperti UAP, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap !!
Ketika Orang memuji MILIKKU,
aku berkata bahwa ini HANYA TITIPAN saja.

Bahwa mobilku adalah titipan- NYA,
Bahwa rumahku adalah titipan- NYA,
Bahwa hartaku adalah titipan- NYA,
Bahwa putra-putriku hanyalah titipan- NYA ...

Tapi mengapa aku tidak pernah bertanya,
MENGAPA DIA menitipkannya kepadaku?
UNTUK APA DIA menitipkan semuanya kepadaku.

Dan kalau bukan milikku,
apa yang seharusnya aku lakukan untuk milik- NYA ini?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh- NYA ?

Malahan ketika diminta kembali,
kusebut itu MUSIBAH,
kusebut itu UJIAN,
kusebut itu PETAKA,
kusebut itu apa saja ...
Untuk melukiskan, bahwa semua itu adalah DERITA....

Ketika aku berdoa,
kuminta titipan yang cocok dengan
KEBUTUHAN DUNIAWI,
Aku ingin lebih banyak HARTA,
Aku ingin lebih banyak MOBIL,
Aku ingin lebih banyak RUMAH,
Aku ingin lebih banyak POPULARITAS,

Dan kutolak SAKIT,
Kutolak KEMISKINAN,
Seolah semua DERITA adalah hukuman bagiku.

Seolah KEADILAN dan KASIH-NYA,
harus berjalan seperti penyelesaian matematika dan sesuai dengan kehendakku.

Aku rajin beribadah,
maka selayaknyalah derita itu menjauh dariku,
Dan nikmat dunia seharusnya kerap menghampiriku ...

Betapa curangnya aku,
Kuperlakukan DIA seolah Mitra Dagang ku
dan bukan sebagai Kekasih!

Kuminta DIA membalas perlakuan baikku
dan menolak keputusan- NYA yang tidak sesuai dengan keinginanku ...

Padahal setiap hari kuucapkan,
"Hidup dan Matiku, Hanyalah untuk-MU"

Mulai hari ini,
ajari aku agar menjadi pribadi yang selalu bersyukur dalam setiap keadaan
dan menjadi bijaksana,
mau menuruti kehendakMU saja ya ALLAH ...

Sebab aku yakin....
ENGKAU akan memberikan anugerah dalam hidupku ...
KEHENDAKMU adalah yang ter BAIK bagiku ..

Ketika aku ingin hidup KAYA,
aku lupa,
bahwa HIDUP itu sendiri
adalah sebuah KEKAYAAN.

Ketika aku berat utk MEMBERI,
aku lupa,
bahwa SEMUA yang aku miliki
juga adalah PEMBERIAN.

Ketika aku ingin jadi yang TERKUAT,
....aku lupa,
bahwa dalam KELEMAHAN,
Tuhan memberikan aku KEKUATAN.

Ketika aku takut Rugi,
Aku lupa,
bahwa HIDUPKU adalah
sebuah KEBERUNTUNGAN,
kerana AnugerahNYA.

Ternyata hidup ini sangat indah, ketika kita selalu BERSYUKUR kepada NYA

Bukan karena hari ini INDAH kita BAHAGIA.
Tetapi karena kita BAHAGIA,
maka hari ini menjadi INDAH.

Bukan karena tak ada RINTANGAN kita menjadi OPTIMIS.
Tetapi karena kita optimis, RINTANGAN akan menjadi tak terasa.

Bukan karena MUDAH kita YAKIN BISA.
Tetapi karena kita YAKIN BISA.!
semuanya menjadi MUDAH.

Bukan karena semua BAIK kita TERSENYUM.
Tetapi karena kita TERSENYUM, maka semua menjadi BAIK,

Tak ada hari yang MENYULITKAN kita, kecuali kita SENDIRI yang membuat SULIT.

Bila kita tidak dapat menjadi jalan besar,
cukuplah menjadi JALAN SETAPAK
yang dapat dilalui orang,

Bila kita tidak dapat menjadi matahari,
cukuplah menjadi LENTERA
yang dapat menerangi sekitar kita,

Bila kita tidak dapat berbuat sesuatu untuk seseorang,
maka BERDOALAH untuk
kebaikan.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah