Orang Bulukumba menyebutnya 'serru-serru bembe': Inilah sederet manfaat kesehatan dari bandotan

- 30 Juni 2024, 07:00 WIB
Ilustrasi bandotan atau serru serru bembe
Ilustrasi bandotan atau serru serru bembe /Instagram.com/@r_geminius_xv

WartaBulukumba - Dia liar dan punya banyak nama. Masyarakat Bulukumba sejak dahulu kerap memanfaatkannya untuk menghentikan pendarahan pada luka. Disebut 'serru serru bembe' atau 'ruku bembe'.

 

Di wilayah ilmiah, ia disebut Ageratum conyzoides, spesies yang menakjubkan dengan karakteristik fisik yang cantik. Dengan keberanian yang mengagumkan, ia mampu bertahan di bawah teriknya sinar matahari.

Seperti penari elegan yang anggun di atas panggung, tumbuhan yang dikenal di Indonesia dengan nama bandotan ini memiliki batang yang tegak dan ramping, dengan daun-daun hijau yang berkilau seperti permata. 

Baca Juga: Orang Bulukumba menyebutnya kunrulu: Obat ampuh untuk demam

Karakteristik 'Serru Serru Bembe'

Ketika bunga-bunga berwarna biru muda muncul dari rimbunnya daun-daun, tumbuhan ini semakin memesona. Helaian daun berbentuk bulat telur dan panjangnya 7,5 cm yang menajam hingga ujungnya. Bunganya terdiri dari 8 hingga 15 wadah berwarna ungu atau putih, sedangkan buahnya berwarna hitam dan kecil.

Tumbuhan ini mudah ditemukan di persawahan, pekarangan, hutan rimba, tepi jalan, dan tepi sungai yang banyak terkena sinar matahari.

Dikutip dari laman Tropical The Fern, tumbuhan ini cukup toleran terhadap keteduhan, meskipun dapat dikalahkan oleh tumbuhan yang lebih tinggi

Baca Juga: Memiliki banyak manfaat kesehatan termasuk penawar racun! Orang Bulukumba menyebutnya buah dao

Pemanfaatan di Dunia Kesehatan

Dari penggunannya di bidang kesehatan, seluruh bagian tumbuhan ini bersifat antiradang dan antialergi. Ia mengandung antara 0,7 - 2,0% minyak atsiri, ditambah alkaloid dan saponin.

Ageratum conyzoides atau dikenal juga sebagai billygoat-weed, chick weed, goatweed, whiteweed, dan mentrasto merupakan tumbuhan asli dari Amerika Tengah dan Selatan, terutama Brazil.

Namun, tumbuhan ini juga tumbuh sebagai gulma invasif di banyak wilayah lain. Tinggi tanaman ini berkisar antara 0,5-1 meter, dengan daun bulat telur sepanjang 2-6 cm, dan bunga berwarna putih hingga ungu muda.

Baca Juga: Bisa menyesal jika mengabaikan khasiat tanaman ini! Orang Bulukumba menyebutnya 'paipai'

Sebagai tanaman obat, Ageratum conyzoides banyak digunakan oleh banyak budaya tradisional untuk mengatasi disentri dan diare. Selain itu, tumbuhan ini juga berfungsi sebagai insektisida dan nematisida.

Namun, mengonsumsi bandotan dapat menyebabkan kerusakan hati dan tumor. Pernah terjadi insiden keracunan massal di Ethiopia akibat kontaminasi biji-bijian dengan A. conyzoides. Tanaman ini mengandung alkaloid pirrolizidin seperti lycopsamine dan echinatine.

Tumbuhan ini cenderung menjadi gulma invasif yang merusak lingkungan jika tumbuh di luar daerah asalnya. Tumbuhan ini merupakan gulma invasif di Afrika, Australia, Asia Tenggara, Hawaii, dan Amerika Serikat. Di Asia, tanaman ini dianggap sebagai gulma moderat pada budidaya padi.

Dalam penggunaannya, perlu berhati-hati karena tanaman ini dapat memiliki efek samping yang serius pada kesehatan manusia dan lingkungan jika tidak dikelola dengan benar. Oleh karena itu, sebaiknya konsultasikan dengan ahli sebelum mengonsumsi atau menggunakan Ageratum conyzoides sebagai obat atau pestisida alami.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat tradisional secara langsung mengubah paradigma dari penggunaan obat sintetik menjadi produk alami (back to nature). Ageratum conyzoides L. yaitu bandotan di Indonesia merupakan tanaman herba yang tumbuh luas baik di daerah subtropis maupun tropis.

Ageratum dinamai dari bahasa Yunani Kuno “a geras” berarti awet muda dan conyzoides berasal dari “konyz” berarti tumbuhan. Ramuan ini asli dari Amerika tropis yang memiliki bau seperti kambing dan oleh karena itu disebut “goat weed” dalam bahasa Inggris.

Tumbuhan ini memiliki batang dan daun yang ditutupi oleh trikoma putih halus di samping daun yang memiliki tangkai daun pendek.

Aktivitas analgesik telah dilaporkan untuk ramuan ini dengan menggunakan ekstrak alkohol dari seluruh bagian tanaman.

Studi in vitro menunjukkan bahwa Ageratum conyzoides melakukan aktivitas analgesik pada ovarium hamster Cina.

Studi lebih lanjut juga mendukung bahwa ekstrak etanol daunnya menunjukkan aktivitas analgesik pada tikus yang diinduksi oleh asam asetat.

Selama peradangan, peningkatan kadar prostaglandin memengaruhi nyeri yang buruk dengan meningkatkan permeabilitas kapiler.

Pada tahap ini, sintesis prostaglandin dihambat melalui mekanisme penghambatan nyeri perifer yang menimbulkan efek analgesik.

Sebuah studi klinis telah dilakukan pada pasien radang sendi dengan menggunakan ekstrak air dari seluruh bagian Ageratum.

Hasilnya menunjukkan bahwa 66% pasien terbebas dari rasa sakitnya, dan mobilitas artikulasinya meningkat sebesar 24% tanpa efek samping.***(Israwaty Samad)

Editor: Nurfathana S


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah