Indonesia tak mampu bayar utang, begini reaksi Staf Khusus Menteri Keuangan

- 24 Juni 2021, 18:18 WIB
 ilustrasi hutang luar negeri Indonesia
ilustrasi hutang luar negeri Indonesia / pixabay.

WartaBulukumba - Membengkak, menggunung. Ada pula analogi paling menyeramkan yaitu 'menunggu gunung api meletus'.

Kerap disuarakan berbagai kalangan dalam menyoal utang luar negeri Indonesia, fakta dan data dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) semakin menguatkan kekhawatiran tersebut.

Bahkan teranyar, Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo menunjukkan reaksinya ihwal kekhawatiran Indonesia tak mampu membayar utang.

Ia mengungkapkan kekhawatira terhadap realita utang Indonesia yang telah melewati dari Rp 6.000 triliun.

Penilaian BPK menyimpulkan bahwa rasio utang Indonesia terhadap penerimaan sudah mencapai 369 persen. Angka tersebut jauh melampaui rekomendasi International Debt Relief (IDR).

Baca Juga: Massa pendukung Habib Rizieq bentrok dengan polisi

Standar IDR untuk rasio utang maksimum berada di angka 92 persen hingga 176 persen.

Tak sampai di situ, BPK juga mengungkapkan bahwa rasio utang Indonesia melebihi rekomendasi Dana Moneter Internasional (IMF) yang sudah mencapai 90 persen hingga 150 persen.

Jagat Twitter riuh. Stafsus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo mencuit di platform micro-blogging tersebut. 

Baca Juga: Warga Desa Bonto Jai protes keras Dialog Publik 'Meretas Permasalahan Tambang di Kabupaten Bone'

"Pernyataan Ketua BPK terkait kekhawatiran penurunan kemampuan pemerintah membayar utang dan bunga utang patut diapresiasi," cuit Yustinus Pratowo di akun Twitter-nya @prastow, Rabu 23 Juni 2021.

"Dan sejalan dengan komitmen pemerintah untuk selalu menjaga akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara, bahkan di masa pandemi ini," imbuhnya.

Pada narasi lainnya, Yustinus Prastowo sempat mengaitkan pandemi Covid-19 dan hubungannya dengan kondisi ekonomi.

Baca Juga: Pelaku perampokan modus COD dibekuk Polres Bulukumba

"Pandemi ini kejadian extraordinary. Hampir semua negara menghadapi ini dan mengambil kebijakan countercyclical untuk menjaga perekonomian dan memberi stimulus," tulisnya.

"Implikasinya defisit melebar. Tapi ini harus diambil demi tujuan dan kepentingan yang lebih besar. Bagaimana dengan batas aman?" lanjutnya.

"Terima kasih Ketua BPK telah mengingatkan batas aman yang disampaikan IMF, yaitu rasio utang 25-30 persen. Ini terus kita jaga hingga 2019, sayang pandemi terjadi," urainya.

Baca Juga: Jalur Tola-Bitombang belum rampung, warga tak sabar berkendara melewati jalanan licin

"Tahun 2020 rasio utang kita 39,39 persen, Filipina 48,9 persen, Thailand 50,4 persen, China 61,7 persen, Korsel 48,4 persen, dan AS 131,2 persen," kicau dia. 

Ia ikut mengklaim, dalam menghadapi pandemi Covid-19 pemerintah sudah berupaya mengawal pembiayaan APBN sehingga berada pada level aman.

"Tahun 2020 pemerintah telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan extraordinary yang menjaga pembiayaan pada kondisi aman," cuitnya.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 China dan Jepang 'berlomba' menginjeksi penduduk dunia

"Bahkan upaya menekan biaya utang dilakukan denga berbagai cara: burdeng sharing dengan BI, konversi pinjaman LN dengan suku bunga dekati 0 persen, penurunan yield menjadi 5,85 persen," terangnya.

"Dengan berbagai strategi dan respon kebijakan tersebut, ekonomi Indonesia tumbuh relatif lebih baik," kata Stafsus Menteri Keuangan pada postingan lainnya.

"Di samping itu, lembaga pemeringkat kredit internasional juga mengapresiasi dan mempertahankan peringkat Indonesia," kata dia.

Baca Juga: Top Skor Euro 2020: 5 gol lagi Cristiano Ronaldo akan menyamai rekor Michael Platini

"Padahal 124 negara mengalami downgrade. Ada yang minta pengampunan utang," tulis Yustinus Prastowo.

Epilog cuitan Stafsus Menteri Keuangan mengemukakan bahwa jajarannya mewakili pemerintah sepakat untuk waspada dalam mengelola pembiayaan negara termasuk utang.

"Pemerintah sependapat untuk terus waspada dan mengajak semua pihak bekerja sama dalam mendukung pengelolaan pembiayaan negara agar hati-hati, kredibel, terukur," jelasnya.

"Selain itu, reformasi pajak untuk optimalisasi pendapatan negara juga terus dilakukan, sehigga kemampuan membayar tetap terjaga," tandas Yustinus Prastowo.

Disclaimer: Artikel ini telah tayang sebelumnya di Pikiran-rakyat.com berjudul "Khawatir Indonesia Tak Mampu Bayar Utang, Stafsus Menteri Keuangan Bereaksi".***

 

Editor: Nurfathana S

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah