Terbaring dan sebatang kara, relawan Bulukumba ini sedang melawan kanker payudara

- 20 April 2022, 05:00 WIB
Erna kini terbaring lemah dengan kanker payudara menggerogoti tubuhnya.
Erna kini terbaring lemah dengan kanker payudara menggerogoti tubuhnya. /Dok. Relawan Sosial Mandiri

 

WartaBulukumba - Ketika tubuh ringkih relawan Bulukumba ini sedang sangat parah disergap kanker payudara pada Januari silam, suaminya berpulang.

Lalu, relawan asal Kecamatan Bontotiro di Kabupaten Bulukumba ini hidup dalam lipatan-lipatan kesedihan berbulan-bulan belakangan ini, sendirian. 

Penggalan narasi tak terperikan itu digoreskan oleh aktivis dari komunitas Relawan Sosial Mandiri Bulukumba, Andhika Mappasomba dalam sebuah posting online, lalu menyita ruang-ruang haru.

Erna kini sebatang kara. Tidak ada seseorang di sampingnya.
 
"Tapi, dia masih bisa membersihkan dirinya sendiri di pembaringan. Beliau adalah seorang relawan. Cukup banyak orang yang telah dibantu ketika masih sehat," tutur Andhika Mappasomba, Rabu 20 April 2022.
 
Erna hanya diantar ke Makassar oleh kemenakannya dengan bantuan dermawan. Itupun dengan penuh keterbatasan.
 
"Seorang relawan dari Maros bernama Bung Ancha membantu administrasinya. Pun saat proses kemoterapi, seorang dari Tanete membantunya bernama Anha. Namun, seiring waktu, kini, terasa semakin berat. Relawan yang membantunya juga punya banyak keterbatasan. Erna, seolah tak ada siapa-siapa lagi yang bisa mendampinginya," ungkap Andhika.
Andhika menceritakan, Erna menjalani kemoterapi di RS Pelamonia dan menumpang tinggal pada rumah kerabatnya di Gowa, selama prosesnya.
 
Tentu biayanya tak sedikit dalam proses tersebut. Dan Erna sangat bergantung pada kedermawanan semua orang. Namun, ada kabar akan pindah Kemoterapi ke RS Wahidin dan mencari rumah tinggal sementara sekitar Tamalanrea.
 
"Persoalan lain yang akan dihadapi relawan tanpa relawan ini adalah, siapa yang akan mendampingi saat berada di rumah singgah dan mengurus kesehariannya yang tak bisa duduk lagi?" kata Andhika.
 
Hal-hal detail seperti siapa yang akan mengangkatnya dari mobil sewa saat ke RS. Dari mana biayanya? Siapa yang akan mendampinginya secara total sementara ponakan yang pernah mendampinginya tidak bisa lagi menemani karena orang tuanya juga sakit keras.
 
Pertanyaan-pertanyaan itu kian menggedor-gedor ruang haru. Tanggal 27 April mendatang adalah hari yang berat dan belum memiliki jalan keluar bagi Erna.
 
"Saya tidak bisa membayangkan nasib ibu ini jika kemoterapinya terhenti atau terhambat. Apalagi, beberapa kali kami dengar kabar, beliau kehabisan uang di Kota Makassar saat proses oengibatannya. Tapi, kami belum bisa melakukan apa apa, karena hanya mengandalkan publikasi," ungkap Andhika.
 
"Nah, di mana posisi negara? Adakah Pemerintah Bulukumba dalam menemukan solusi untuk ibu sebatang kara ini? Bisakah ASN daerah atau Honorer diutus khusus untuk mendampingi warga Bulukumba ini, untuk menyelamatkan nyawanya?"
 
Narasi kritis itu dilontarkan dalam bentuk setumpuk pertanyaan oleh Andhika Mappasomba.
 
"Kita semua, mungkin terlampau sibuk menyanyi sehingga mengalami kematian hati dalam memandang kenyataan kampung halaman. Kita terlampau banyak pidato dan cita-cita ikonik di langit, tapi kita dengan setrilyun APBD tidak bisa menyelamatkan perasaan warga kita seorang Erna yang membutuhkan lebih banyak cinta.
Ernawati, relawan tanpa relawan." 
 
"Saya tidak bisa membayangkan nasib ibu ini jika kemoterapinya terhenti atau terhambat. Kita terlampau banyak pidato dan cita-cita ikonik di langit, tapi kita dengan setrilyun APBD tidak bisa menyelamatkan perasaan warga kita seorang Erna yang membutuhkan lebih banyak cinta," pungkas Andhika.***

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah