Dugaan pungli berkedok sumbangan di SMUN 23 Makassar, Aktivis 98 desak Diknas Sulsel turun tangan

- 24 Juli 2023, 13:33 WIB
Ilustrasi pungutan liar - Dugaan pungli berkedok sumbangan di SMUN 23 Makassar, Aktivis 98 desak Diknas Sulsel turun tangan
Ilustrasi pungutan liar - Dugaan pungli berkedok sumbangan di SMUN 23 Makassar, Aktivis 98 desak Diknas Sulsel turun tangan /Pixabay/Shutter

WartaBulukumba - SMUN 23 Makassar menuai perhatian terkait sejumlah nominal berlembar-lembar berpindah tangan yang diduga berkedok sumbangan. Merebak dugaan pungutan liar atau pungli terjadi di sekolah tersebut.

Mantan aktivis 98 yang juga pengacara kondang di Makassar, Abdul Azis, SH, aktivis 98 menegaskan, Diknas PemprovSulsel harus turun tangan menelusuri dugaan pungli berkedok sumbangan di SMUN 23 Makassar. 

"Tampaknya, pendidikan gratis untuk tingkat SD, SMP, SMU dan sederajat hanya sebatas wacana, buktinya masih marak dugaan pungli terkait PPDB dari tahun ke tahun, termasuk tahun 2023 ini, kondisi ini mengundang prihatin," kata Abdul Aziz saat berbincang dengan awak media pada Senin, 24 Juli 2023.

Baca Juga: Kabupaten Bulukumba 'destinasi' judi sabung ayam? Dari 17 pelaku yang diciduk sebagian dari luar daerah

Abdul Azis, SH/WartaBulukumba.com
Abdul Azis, SH/WartaBulukumba.com

Ia menyayangkan kondisi seperti ini terus berulang, dan eskalasinya makin melebar.

Abdul Azis mengaku mendapat keluhan di kantornya hari ini di jalan poros Antang dari beberapa orang tua murid dari berbagai sekolah, termasuk di SMUN 23 Makassar.

"Jadi, saya mendapat keluhan dari orang tua murid yang membayar seragam sekolah terbilang mahal, yakni Rp 750 rb untuk paket seragam sekolah, dan dugaan pungli yang kisarannya sebesar Rp 1.2-1.3 juta," ungkapnya.

Pasalnya, kata mantan Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar dua periode itu, dugaan terjadinya pungli dimana-mana dengan berkedok sumbangan, tentu tidak lepas dari lemahnya monitoring dinas terkait penyelenggaraan pendidikan, termasuk di kota Makassar.

Baca Juga: Dugaan pungli di Rutan KPK, Direktur PILHI: 'Harus diusut tuntas!'

Kontrol yang Kurang

Dia mengurai, kurangnya kontrol atau pengawasan membuat celah bagi siapa saja, termasuk pejabat negara, dinas pemerintah dan swasta, terutama dalam mengelola anggaran, dan alokasi anggaran, meskipun banyak lembaga negara yang bertugas untuk mengawasi penyelewengan keuangan negara, termasuk Kejaksaan, KPK, Kepolisian, BPK, dan inspektorat, akan tetapi berbagai penyelewengan masih marak terjadi.

"Nah, terkait dugaan penggalangan dana kepada orang tua di SMUN 23 Makassar, harapan semua orang tua siswa agar tidak memberatkan, dan tidak melanggar aturan. Jadi, kembali pada dasar atau payung hukum yang mendasari penggalangan sumbangan, jika itu sumbangan,, dan pungutan jika itu pungutan. "Semua ada aturannya, dan jangan pungutan dikatakan sumbangan atau sebaliknya," ujar jebolan fakultas hukum angkatan 92 Universitas Hasanuddin ini.

Lebih lanjut, ia menggarisbawahi, merujuk pada Pasal 1 ayat (5) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah, sumbangan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya baik perorangan maupun bersama-sama, masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.

Sebaliknya, pungutan, sesuai dengan Pasal 1 ayat (4) Permendikbud 75/2016 tentang Komite Sekolah menjelaskan bahwa pungutan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan.

Baca Juga: Kades Borong Herlang Bulukumba diduga palsukan tanda tangan BPD

"Jelas perbedaan sumbangan dan pungutan, dalam dugaan kasus di SMUN 23 Makassar, analisa saya adalah pungutan berbalut sumbangan, karena ada nominal, dan bersifat mengikat, dan memiliki jangka waktu," tegasnya.

Sumbangan

Terkait dana sumbangan Rp 1.2-1.3 juta sebagai uang pembangunan dalam hal pengadaan bangku dan sekat ruang anak didik, Abdul Azis menegaskan bahwa itu keliru, tidak boleh dipungut biaya apa pun terkait pembangunan sekolah, apalagi ini sekolah negeri.

"Jelas aturannya, dalam ketentuan pasal 9 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 “Satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan” imbuhnya.

Baca Juga: Patmor ciptakan rasa aman di Kota Bulukumba, warga Rilau Ale keluhkan bising berlebihan knalpot modifikasi

Selain itu Komite Sekolah juga dilarang melakukan pungutan kepada wali murid, pasal 12 Permendikbud 75 Tahun 2016 menyatakan “Bahwa Komite sekolah, baik secara perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya“.

"Jadi, tidak boleh ada pungutan, dan jika itu terjadi maka bisa dibawah ke ranah hukum, kendati ada kesepakatan komite sekolah dengan para orang tua/wali murid soal itu, namun kesepakatan itu batal demi hukum," tegasnya.

Lebih jauh ia menjelaskan bahwa para penyelenggara pendidikan telah memahami juga bahwa dengan adanya kata “kesepakatan” itu memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara pendidikan untuk melakukan pungutan kepada wali murid/orangtua siswa. Memang betul jika mengacu KUH Perdata pasal 1320, kesepakatan merupakan awal mula lahirnya suatu perjanjian.

"Tetapi, jangan lupa bahwa lahirnya perjanjian tersebut berbeda dengan syarat sah perjanjian. Artinya belum tentu perjanjian tersebut sah walaupun para pihak telah melakukan perjanjian dalam bentuk kesepakatan. Dalam pasal 1320 KUH perdata diatur tegas dan jelas bahwa syarat sah perjanjian : 1. Kesepakatan, 2. Para pihak-pihak pembuat perjanjian, 3. Objek tertentu dan 4. kuasa atau sebab yang halal," urainya.

Syarat perjanjian kesepakatan dan para pihak membuat perjanjian merupakan syarat subjektif karena menyangkut para pihak yang membuat perjanjian.

"Sedangkan, untuk objek tertentu dan sebab/kausa yang halal merupakan syarat objektif perjanjian, karena menyangkut objek perjanjian. Pada prinsipnya, apabila syarat subjektif tidak terpenuhi maka akibat hukumnya adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut secara hukum batal demi hukum (Neitigbaar/Null and void)," ulasnya.

Ia berharap pemerintah segera memfasilitasi melalui penganggaran dana BOS atau bantuan lain sesuai mekanisme dan aturan main, sehingga bukan orang tua wali murid yang dibebankan tiap tahun memasuki ajaran baru.

Ia juga membuka diri untuk menerima pengaduan, dan bersedia melakukan pendampingan terhadap orang tua/wali murid yang dirugikan atas dugaan kasus pemungutan dana kepada orang tua/wali siswa, dan dalam waktu dekat ia berencana menggelar diskusi publik terkait sengkarutnya dunia pendidikan di Sulsel, khususnya kota Makassar dengan melibatkan dinas-dinas terkait (stakeholder, red).

Kendati demikian, pihak sekolah melalui berbagai kesempatan membantah tudingan pungli, dan penggalangan dana kepada wali murid merupakan sumbangan.****

Editor: Sri Ulfanita


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah