Review film 'Badarawuhi di Desa Penari': Kekuatan mistisisme di hutan Jawa

- 11 April 2024, 06:00 WIB
Poster film 'Badarawuhi di Desa Penari'
Poster film 'Badarawuhi di Desa Penari' /Instagram.com/@kknmovie

Menghadirkan kembali Aulia Sarah dan Diding Boneng dari film pertama, film ini diperkaya dengan kehadiran Maudy Effrosina, Claresta Taufan, dan Dinda Kanya Dewi.

Sinematografi yang apik dan gaya pengambilan gambar yang estetis menjadikan film ini tidak hanya menegangkan tetapi juga menyenangkan untuk ditonton.

Sebagai film Indonesia pertama yang menggunakan kamera digital bersertifikasi IMAX, setiap adegan dalam film ini menjadi pengalaman visual yang memanjakan mata.

Diambil latar di era 80-an, film ini berfungsi sebagai prekuel, di mana Kimo Stamboel dengan cakap menggambarkan area hutan Jawa pada masa tersebut.

Desain produksi dan kostum yang autentik dengan era 80-an, serta penampilan Jourdy Pranata dan Ardhit Erwanda yang jauh berbeda dari biasanya, menambah keaslian pengalaman tersebut.

Satu poin plus lainnya adalah adegan tari yang tertata rapi dan anggun, namun terasa mistis dan sakral, sebuah aspek yang tidak banyak dieksplorasi di film pertama, "KKN di Desa Penari".

Maudy Effrosina, memerankan tokoh utama bernama Mila, menunjukkan kemampuan akting yang impresif, mengimbangi lawan mainnya, termasuk Aulia Sarah yang kembali memerankan sosok antagonis utama, Hantu Badarawuhi. Aktingnya yang natural dan ekspresif menjadikan karakter Mila terasa hidup dan nyata.***

Halaman:

Editor: Alfian Nawawi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah