Warta Bulukumba - James MacGregor Burns, dalam bukunya "Leadership" (1978), mendefinisikan kepemimpinan sebagai hubungan antara pemimpin dan pengikut yang berfokus pada pencapaian tujuan bersama. Ia menekankan bahwa pemimpin transformasional memotivasi pengikut mereka bukan dengan hiburan atau karisma personal semata, melainkan melalui visi, kepercayaan, dan kinerja kebijakan.
Ini berarti, meskipun bernyanyi atau terlibat dalam seni bisa menjadi bagian dari gaya kepemimpinan, esensi dari kepemimpinan tetaplah terletak pada keterampilan manajerial, kapasitas berpikir strategis, dan kemampuan menyelesaikan masalah.
Kompetensi-kompetensi ini jauh lebih penting dalam menjawab tantangan-tantangan kompleks yang dihadapi masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi, reformasi pendidikan, dan peningkatan layanan kesehatan.
Menyanyi bagi seorang pemimpin maupun calon pemimpin hanyalah ekspresi personal, meskipun secara profesional adalah ranah tersendiri di wilayah seni budaya, sedangkan kemampuan manajerial dan penyelesaian masalah adalah esensi yang lebih krusial dalam menjalankan roda pemerintahan. Sangat menarik menelusuri elemen ini dalam pesta demokrasi di Indonesia, yang juga bisa kita kerucutkan pada Pilkada Bulukumba 2024.
Baca Juga: Waketum Kadin Sulsel: 'Siapa pun pemenang Pilkada Bulukumba maka civil society harus ....'
Dalam kontestasi politik Pilkada Bulukumba 2024, dua pasangan calon pemimpin, Andi Muchtar Ali Yusuf-Andi Edy Manaf (Harapan Baru Jilid 2) dan Jamaluddin M Syamsir-Tomy Satria Yulianto (JADIMI), seperti dua frekuensi yang berbeda namun saling melengkapi dalam gelombang komunikasi sosial.
Seorang pemimpin, entah Bupati, Gubernur, Walikota, bahkan Presiden, seringkali kita lihat tampil bernyanyi di berbagai acara publik. Namun, apakah hal ini sekadar hiburan atau ada makna di baliknya?
Musik, sebagai medium universal, kerap digunakan untuk menciptakan kedekatan emosional dengan masyarakat, sebuah alat komunikasi yang efektif untuk meredam jarak antara pemimpin dan rakyat. Meski begitu, kemampuan bernyanyi jelas bukan tolok ukur kualitas kepemimpinan. Kinerja, visi, dan kebijakan yang dijalankan tetap menjadi inti dari tugas seorang pemimpin.