Network
WartaBulukumba - Seorang editor mengetikkan kalimat perintah di ChatGPT: "Rapikan artikel ini dalam bentuk artikel liputan berita. Jangan lupa tetap sematkan kutipan komentar di paragraf ketiga."
Tidak akan cukup satu menit, biasanya cuma 10 detik, artikel yang diminta pun selesai. Namun, berdasarkan penelusuran yang dilakukan WartaBulukumba.com, disarankan untuk tidak terlalu pede meminta ChatGPT untuk menuliskan sendiri artikel yang berbasis data dan fakta. Semisal memberi perintah: "Tolong tuliskan artikel tentang buah melon dan manfaatnya untuk kesehatan."
ChatGPT tentu saja mengerjakannya namun sering 'ngawur' atau 'berhalusinasi'. Anda harus melakukan komparasi dengan riset pada sumber-sumber yang ada, semisal Google dan mesin pencari lainnya.
Baca Juga: Peringatan Stephen Hawking terkait Artifical Intellegence yang akan menggantikan manusia di Bumi
Jika Anda seorang cerpenis, esais dan penyair maka AI sama sekali tidak bisa menggantikan Anda lantaran AI tidak punya ide maupun gagasan. Gaya bahasanya tidak akan pernah se-frekuensi dengan seorang sastrawan manapun.
Meskipun ChatGPT mampu menulis puisi, cerpen maupun esai namun Anda akan kecewa melihat hasilnya jika memberi perintah: "Tuliskan sebuah esai dengan gaya Goenawan Mohammad dengan topik politik transaksional."
Benarkah artificial intelligence (AI) sudah mengancam profesi editor dan penulis? Fakta yang ada bisa mengambil analogi profesi pedagang tidak bisa digantikan oleh kalkulator dalam berbisnis. Namun pedagang bisa dibantu oleh kalkulator untuk menghitung uang.
Baca Juga: The Galileo Project menggunakan sistem AI melacak entitas Alien
