WartaBulukumba.Com - Ketika regulasi berbenturan dengan moral sosial, polemik tak terhindarkan. Kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan menjadi angin yang meniup daun-daun persoalan yang telah lama tertidur: kontroversi pembagian kontrasepsi gratis bagi remaja!
Dengan terbitnya peraturan ini, pemerintah mengklaim telah merespons kebutuhan nyata di masyarakat—menciptakan generasi yang lebih sadar akan kesehatan reproduksi mereka.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo melalui PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang kesehatan resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Baca Juga: Satu kelas untuk semua: Transformasi layanan BPJS Kesehatan melalui KRIS
Dalam Pasal 103 Ayat 1 disebut upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi.
Hal tersebut diperjelas dalam Pasal 103 Ayat 4 yang berbunyi pelayanan kesehatan reproduksi paling sedikit meliputi deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. Poin terakhir inilah yang menjadi perhatian publik. Bahkan, tidak sedikit yang beranggapan bahwa aturan ini berpotensi disalahartikan.
Kebijakan ini dihadapkan pada tantangan besar. Bagaimana mungkin, dalam satu tarikan napas, kita bisa mengedukasi tanpa memberikan ruang bagi tindakan yang justru dikhawatirkan akan terjadi?
Baca Juga: Ancaman dampak Sesar Lembang: Pulau Jawa sangat rentan bencana geologi
Pendidikan Reproduksi: Benteng atau Jembatan?
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mohammad Syahril menjelaskan bahwa edukasi terkait kesehatan reproduksi juga mencakup penggunaan kontrasepsi.