Warta Bulukumba - Angin laut berhembus kencang di Matangin, sebuah kawasan terpencil di tebing pantai Bira, Kabupaten Bulukumba. Di bawah matahari yang terik dan desiran ombak yang membelai pantai, tumbuh harapan baru bagi kekayaan alam yang hampir dilupakan.
Di balik cerita angin dan debur ombak, ada seorang guru bernama Arzak Rizal—atau akrab disapa Pak Ical—yang menyulam kembali pengetahuan leluhur tentang tanaman berkhasiat obat, sebelum mereka benar-benar lenyap ditelan zaman.
Perjalanan hidup Pak Ical layaknya arus Sungai Balangtieng yang mengalir dari hulu ke hilir, menyisakan jejak pengetahuan yang ingin ia lestarikan.
Guru IPS yang juga seorang seniman teater ini ditugaskan ke SMPN Satap 13 di Desa Kahayya, Kecamatan Kindang, lokasi yang hanya bisa dicapai setelah perjalanan panjang satu jam menembus pedalaman.
Tak hanya menjadi pendidik, ia turut mendampingi kegiatan penelitian kualitas air bersama Laskar Balantieng, komunitas yang mengajak pelajar setempat untuk peduli lingkungan.
Namun, pertemuannya dengan tim peneliti dari Yayasan Ecoton membawa percakapan jauh melampaui sungai dan air.
Di Bira, kampung halamannya, Pak Ical membuka cerita lama—tentang neneknya yang dikenal sebagai peramu obat tradisional. Neneknya, dengan tangan-tangan penuh kearifan, merawat tanaman-tanaman yang mulai punah.