WartaBulukumba - Seperti mulut-mulut yang menganga lapar, lubang dan retakan berderet, nyaris di sepanjang jalan rusak itu. Di kiri kanan terlihat pohon-pohon bambu berjejer dan ditingkahi goyangan semak belukar tertiup angin. Namun, salah satu dusun di Kabupaten Bulukumba ini masih terlihat tabah dalam nestapa.
Perjalanan menyusuri dusun-dusun terpencil di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, bukanlah sebuah petualangan yang nyaman. Kita kerap harus bertemu becek berlumpur di jalan rusak.
Mereka menghadang langkah pejalan kaki maupun laju pengendara saat hujan membanjiri tanah. Ketika musim kemarau tiba, debu panas beterbangan, menyergap penduduk dan pengendara yang lewat dengan hembusan memenuhi udara. Salah satu sisi Bulukumba yang merana itu terletak di Kecamatan Rilau Ale.
Baca Juga: Menghirup Bulukumba dari Desa Salassae: Gerakan pertanian alami penuh cinta di alam permai
Dusun-dusun ini, kelam dan sunyi, hanya dilewati oleh pengendara yang melintas dengan cepat. Terlihat seolah tidak ada yang berhenti untuk sejenak menikmati keindahan panorama sawah atau sekadar beristirahat di bawah pohon.
Namun, setiap lima tahunan, suasana berubah. Dusun-dusun ini tidak lagi dihadang oleh beceknya jalanan atau debu yang mengganggu. Yang menyambangi mereka bukanlah perbaikan infrastruktur yang lama dinanti, melainkan baliho-baliho caleg yang menjulang di pinggir jalan.
Seorang warga yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan kekhawatiran akan bahaya yang mengintai saat musim hujan tiba. Jalanan becek menjadi ancaman bagi pengendara motor dan sepeda. Namun, ketika terik panas melanda, debu menjadi musuh yang menyengat.