Nama Ponre pada zaman dahulu yaitu Lebbaq Pongko dalam bahasa Bugis artinya punggung lebar. Disebut demikian lantaran pada masa itu membajak sawah lazim dilakukan oleh manusia sehingga para petani memiliki punggung yang lebar akibat kerja keras membajak sawah.
Pada awal abad 20, seorang ulama yang dikenal dengan Haji Kantoro datang mengembangkan agama Islam di wilayah tersebut.
Nama asli Haji Kantoro adalah Haji Muhammad Yahya. Ulama ini merupakan keturunan Raja Bone ke 16. Raja atau Arung Bone ke 16 bernama La Patau Matanna Tikka yang digelar Matinroe ri Nagauleng.
Baca Juga: Telusur Cahaya Islam sejak abad 17 dari masjid tertua di Bulukumba, Masjid Nurul Hilal Dato ri Tiro
Dalam Lontaraq Akkarungeng ri Bone disebutkan bahwa Arung Palakka sebelum wafat telah mewariskan takhta Bone kepada kemenakannya, La Patau Matanna Tikka, putra pasangan La Pakkoko Arung Timurung dengan We Mappolobombang Maddanreng Palakka.
Pewarisan takhta itu dipersaksikan kepada seluruh orang Bone, Hadat Bone dan Lili Passeyajingeng Bone.
Haji Muhammad Yahya digelar Haji Kantoro karena dikenal sebagai orang yang dipercayakan oleh pemerintah saat itu untuk mengurus administrasi kependudukan masyarakat setempat.
Baca Juga: Masuknya Islam di Sinjai, menyibak peran penting Dato ri Tiro